Oleh : Redaksi 08 Feb 2007 - 1:48 pm


Simposium dan Sarasehan Peringatan Hari Lahir Pancasila yang diselenggarakan UGM, KAGAMA, LIPI dan Lemhanas 14-15 Agustus 2006 di Jogjakarta melahirkan kesimpulan menarik, yang meragukan kesaktian Pancasila. “Pancasila bukanlah ideologi dan doktrin yang lengkap, yang begitu saja dapat diterjemahkan atau dijabarkan dalam tindakan, tetapi merupakan orientasi, memberikan arah ke mana bangsa dan Negara harus dibangun.”
Senada dengan itu, Mochtar Pabottinggi, pengamat politik LIPI mengatakan bahwa Pancasila bukanlah ideologi Negara melainkan vision of state yang mendahului berdirinya Republik Indonesia (Republika 1/6/’06).
Sebagai dasar negara, Pancasila memang tidak memiliki parameter dan ukuran yang jelas sehingga memberi peluang bagi siapa saja untuk menafsirkan sesuai dengan latar belakang pemikiran dan kepentingannya.
Ketika presiden pertama RI Soekarno yang mempopulerkan Pancasila sebagai dasar Negara berkuasa, maka Pancasilais sejati adalah pendukung Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Zaman Soeharto Pancasilais sejati mengacu kepada doktrin Eka Prasetya Pancakarsa (P-4 alias Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) dan mendapat justifikasi dengan pola penataran P-4 hingga berpuluh-puluh jam lamanya.

Bukan itu saja yang membuat resah, saat menghadapi situasi krisis seperti sekarang. Undang-undang Dasar 1945 yang telah diubah (diamandemen) sebanyak empat kali dinilai tidak sah.
Akibatnya, timbul kerancuan dalam ketatanegaraan Indonesia. Menurut Tyasno Sudarto, mantan Kepala Staf TNI AD, dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama di Jakarta, Rabu (3/1), mengatakan, UUD 1945 yang telah diamandeman saat ini illegal. Pasalnya, UUD tersebut telah dijalankan meskipun UUD 1945 yang asli belum dicabut penggunaannya.
Selain itu, UUD yang diubah juga belum disahkan dalam lembaran negara. “UUD 1945 yang diamandemen tidak sah secara hukum,” ujar Tyasno, yang juga deklarator Gerakan Revolusi Nurani.
Oleh karena itu Undang-undang dan aturan hukum yang menginduk kepada UUD 1945 juga tidak sah. Kondisi tersebut membuat landasan ketatanegaraan di Indonesia tidak jelas. Karena itu, UUD Indonesia harus segera dikembalikan lagi ke UUD 1945.
“Penamaan UUD 1945 yang telah diamandemen dengan menggunakan nama yang sama juga membingungkan masyarakat. Karena itu, bangsa Indonesia harus kembali kepad jati dirinya dan konsisten terhadap cita-cita proklamasi, UUD 1945, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika,” kata Tyasno.
Hasil Plagiat

Ungkapan tersebut disampaikan Remy Sylado di Jakarta 4 Januari 2007 pada saat menjelaskan hasil Festival Film Indonesia (FFI) 2006 yang kontroversial.

BK tanpa malu-malu mengatakan Pancasila yang kemudian dijadikan asas negara itu merupakan karya otentiknya. Padahal, karya contekan itu sengaja dijadikan landasan ideologis untuk membendung kecenderungan rakyat Indonesia saat itu yang mau menjadikan Islam sebagai asas. Kemampuan retorika BK yang punya daya ‘sihir’ itu akhirnya bisa mengecoh tokoh Islam saat itu.
Caranya, selain mengatakan Pancasila sebagai ekstrak dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang di Indonesia, BK juga menempatkan sila Ketuhanan di urutan terakhir. Dengan demikian, maka yang diributkan tokoh Islam kala itu adalah bukan Pancasilanya, tetapi urutan sila-silanya.

Karya contekan lain yang diakui Bung Karno sebagai karya otentiknya adalah teks Proklamasi yang dibacakannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebagaimana bisa dilihat, dokumen sejarah asli teks Proklamasi berupa tulisan tangan BK, terlihat banyak coretan. Karena sesungguhnya naskah itu merupakan jiplakan dari naskah proklamasi negara Islam yang dibuat SM Kartosoewirjo (SMK).

Proklamasi Negara Islam Indonesia:

Asyhaduan Lailaha illallah,
wa asyhaduanna Muhammadarasulullah.
Kami ummat Islam bangsa Indonesia menyatakan berdirinya
Negara Islam Indonesia. Maka hukum yang berlaku atas
Negara Islam Indonesia itu adalah hukum Islam.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Madinah Indonesia, 12 Syawal 1368 H / 7 Agustus 1948 H
Imam Negara Islam Indonesia:
SEKARMADJI MARIDJAN KARTOSOEWIRJO
Menurut Holk H Dengel, sejak 14 Agustus 1945 sebenarnya SMK sudah mensosialisasikan deklarasi negara Islam. Ketika Hiroshima dan Nagasaki dibom atom oleh sekutu, SMK sudah mengetahuinya melalui berita radio, dan berusaha memanfaatkan peluang ini untuk sosialiasi proklamasi negara Islam. Maka, SMK pun ke Jakarta bersama pasukan Hizbullah, mengumpulkan masa untuk mensosialisasikan berdirinya negara Islam, dan konsep proklamasi negara Islam kepada masyarakat luas. Di antara yang hadir tampak Sukarni dan Ahmad Subardjo. Dari kedua orang inilah BK mengetahui banyaknya dukungan terhadap sosialisasi berdirinya negara Islam. Maka para pemuda pun berinisiatif ‘menculik’ Soekarno-Hatta yang saat itu sedang berada di persembunyiannya (di Rengas Dengklok) untuk ke Jakarta dan segera memproklamasikan negara sekuler, agar tidak terdahului oleh proklamasi negara Islamnya SMK. Naskah yang dipersiapkan BK berdasarkan ingatan Ahmad Soebardjo dan Sukarni tentang konsep proklamasi yang disiapkan SMK sejak awal Agustus 1945.


Coba bayangkan, bagaimana penilaian bangsa lain kepada bangsa Indonesia yang lagu kebangsaannya hasil jiplakan, landasan ideologisnya (Pancasila) karya jiplakan, begitu juga dengan lambang negara merah-putihnya karya ‘adaptasi’ bendera Belanda bukan otentik alias jiplakan juga? Bahkan naskah proklamasi yang dibacakan Soekarno dan menjadi dokumen sejarah itu, juga karya jiplakan!
Sumber: swaramuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar