07 Mei 2008

Jejak Yahudi Dewa & Ahmad Dhani

Katagori : Kritik & Investigasi
Oleh : Erros Jafar 22 May 2005 - 2:00 pm


imageKasus Dewa telah meninggalkan pertanyaan besar, sejak tanggal 2 Mei lalu seluruh pemberitaan mengenai kelanjutan kasusnya sepertinya masuk keranjang sampah tepatnya sejak budaya H. Ridwan Saidi melaporkan Dewa ke Kejaksaan Agung sehubungan temuan beliau bahwa album dewa menyesatkan dan memakai lambang lambang yang dilarang. Padahal masyarakat banyak yang menunggu kelanjutan dari hasil temuan temuan tersebut. Syukur alhamdulillah, pada edisi Mei 2005, majalah Saksi memuat artikel dan wawancara dengan budayawan H. Ridwan Saidi.

Penjelasan ini tentu saja sangat penting khususnya bagi H. Ridwan Saidi untuk menghindari tuduhan "Fitnah" dari group band Dewa.

Sangat menarik untuk kita telaah bersama, salah satu lagu berjudul "SATU" dalam album "Laskar Cinta" versi CD, di bawah lirik lagu ditulis Ahmad Dhani, "THANKS TO: SYEKH LEMAH ABANG", sementara untuk versi Kasetnya bertuliskan "THANKS TO: AL-HALLAZ" yang tak lain adalah nama lain dari Syekh Siti Jenar


SATU


Aku ini…adalah dirimu
Cinta ini…adalah cintamu
Aku ini…adalah dirimu
Jiwa ini…adalah jiwamu

Rindu ini adalah rindumu
Darah ini adalah darahmu

Reff :
Tak…ada yang lain..selain dirimu
Yang selalu ku puja…ouo…
Ku…sebut namamu
Disetiap hembusan nafasku
Kusebut namamu…
Kusebut namamu...

Dengan tanganmu…aku menyentuh
Dengan kakimu…aku berjalan
Dengan matamu…ku memandang
Dengan telingamu…ku mendengar
Dengan lidahmu…aku bicara
Dengan hatimu…aku merasa

Reff…Reff…Reff…Reff
"THANKS TO: SYEKH LEMAH ABANG"

Album DEWA 19 (1992)


Di cover depannya ada gambar piramid yang atasnya disamarkan, tapi jika diperbesar akan tampak ada sesuatu di puncaknya. Ini mirip dengan lambang gerakan rahasia Zionisme (Iluminati). Bandingkan dengan gambar piramid Yahudi yang terdapat dalam lembaran One Dollar AS

Album TERBAIK-TERBAIK (1995)


Terpampang simbol Dewa RA (Dewa Matahari Dalam Mitologi Mesir Kuno). Dewa Ra diklaim Yahudi sebagai salah satu dewa mereka. Di Sinagog lambang ini lazim dipajang.

Selain itu, dalam album yang sama ada pula gambar satu halaman Protocol of Zions dalam bahasa Ibrani. Ridwan Saidi (pakar Zionisme) yang menguasai bahasa Ibrani menegaskan, "ini jelas diambil dari satu gambar Protocol of Zions, karena diatas lembaran itu ada judul dan logo. ini tidak ada dalam Taurat ataupun Talmud".
Lalu ada simbol lingkaran dengan titik di tengahnya, dimana personil Dewa berdiri dibawahnya. Simbol ini lazim dikenal sebagai simbol Mata Setan yang menguasai dunia (evil eye), sebuah simbol Yahudi. Di bagian lain dalam album yang sama, simbol mata setan juga dimuat.

Album The Best of Dewa 19 (1999)


Di pinggiran discnya terdapat simbol panah dan garis lurus yang saling memotong spt salib. Lambang garis tsb sbenarnya sinar yang aling memotong. Ini salah satu simbol dari gerakan Freemansonry
Lambang sinar yang saling memotong ini secara "kreatif" juga terdapat dalam cover kaset bagian dalam dan depan secara keseluruhan.

Album Bintang Lima (2000)


Gambar sayap lazim dipakai sebagai salah satu simbol gerakan perkumpulan Theosofie Yahudi.

Album Cintailah Cinta (2002)


Cover depan album Dewa ini memuat secara mencolok simbol Eye of Horus. Horus adalah Dewa Burung dalam mitologi Mesir Kuno. sama spt Dewa Ra, Yahudi juga mengklaim Horus merupakan salah satu dewa mereka. Di cover dalam juga terdapat simbol yang sekilas mirip mata, tapi sebenarnya merupakan contekan habis salah satu simbol yang terdapat dalam buku The Secret Language of Symbol yang disarikan dari kitab Yahudi, Taurat. Simbol ini biasa disebut Femina Geni.

Masih dalam album ini, masih terdapat beberapa simbol-simbol mata, yang merupakan salah satu simbol Gerakan Freemasonry

Album Atas Nama Cinta I & II (2004)


Lambang sayap yang merupakan lambang resmi Dewa dimuat dalam album live ini dengan latar belakang hitan kelam.

Album Laskar Cinta (2005)


Ininlah album ketujuh Dewa yang akhirnya menjadi batu sandungan dan membuka selubung semua album-album Dewa sebelumnya yang sarat dengan kampanye simbol & lambang Yahudi.

Selain lambang Allah yang dimuat tidak sebagaimana mestinya, tipologi huruf "Laskar Cinta" pun mengambil dari pola huruf Ibrani

"Pola huruf tulisan Laskar Cinta diambil dari pola huruf Ibrani," ujar Ridwan Saidi seraya membuka kitab Taurat berbahasa Ibrani asli dari Israel.

Dibawah lagu berjudul "Satu" (album Laskar Cinta), berisi ajaran sesat yang mengatakan ada kesatuan wujud antara Sang Khaliq dengan mahluk-Nya. Dalam bahasa Syeh Siti Jenar atau Al Hallaj, paham ini disebut "Manunggal ing kawulo Gusti". Parahnya, ini seakan dibenarkan sendiri oleh Ahmad Dhani dengan menulis di bawah lirik lagu tsb dalam cover versi kaset, "THANKS TO: AL-HALLAZ".

Dalam album yang sama versi CD, di bawah lirik lagu "Satu", ditulis Ahmad Dhani, "THANKS TO: SYEKH LEMAH ABANG", yang tak lain adalah nama lain dari Syekh Siti Jenar

Siapakah Ahmad Dhani?


DHANI THANKS TO:.... JAN PIETER FREDERICH KoHLER (THANKS FOR THE GEN). Dhani berterima kasih kepada:....Jan Pieter Frederich Kohler (Terima kasih atas darah keturunannya)

Merunut dari silsilah keluarga,
Jan Pieter Frederich Kohler adalah kakek Dhani (dari pihak Ibu) yang berkebangsaan Jerman. "Kohler" adalah nama keluarga, sejenis marga. Jadi jelaslah, Dhani punya kebanggaan akan darah darah keturunannya itu," ujar pengamat Zionisme H. Ridwan Saidi.

Bisa jadi, sebab itulah dalam berbagai kesempatan show-termasuk ketika manggung di Trans TV yang menginjak-injak karpet dengan motif logo Allah yang kontroversial itu, Ahad (10/4)- Dhani Dewa mengenakan kalung Bintang David, simbol Zionis-Israel.

Bermula dari kasus kontroversial logo Allah, terkuaklah misteri dibalik (Dhani) Dewa

Dalam album-album Dewa, bertebaran gambar dan simbol-simbol Yahudi.
"Ada apa ini? Dalam album-album selanjutnya Dewa juga banyak memuat logo dan simbol-simbol Zionis. Ini harus dilacak, ada apa di belakang Dewa?" papar Ridwan Saidi.

Saya sebagai orang yang telah lama mempelajari Zionisme berani menyatakan jika ini merupakan usaha penyebaran simbol2 Yahudi terbesar sepanjang sejarah Indonesia!" tandas Ridwan.

taken by Majalah Saksi Edisi Mei 2005
wallahu'alam

aufa_azzahra



Sumber: swaramuslim.com

Syariat Islam di Aceh, Siasat Budaya Neo-Snouckis?

Katagori : Opini
Oleh : Redaksi 11 Apr 2005 - 5:00 pm


Penulis: Otto Syamsuddin Ishak
imageApakah agama diperuntukkan bagi penciptaan manusia yang bercitra sebagaimana yang dikehendaki oleh Tuhan? Namun, bukankah agama juga bisa diperuntukkan bagi penciptaan manusia yang bercitra sebagaimana yang dikehendaki oleh manusia. Bahkan, negara pun bisa menggunakan agama untuk mencitra manusia sesuai dengan yang dikendaki ideologinya (nasionalisme).

Persoalan pertama, agama masih berada dalam wilayah teologis. Sedangkan persoalan berikutnya, agama sudah berada di wilayah ideologis. Dalam perspektif pascakolonial, agama sudah menjadi instrumen dalam proyek kolonialisme. Perbedaannya, jika persoalan yang kedua aktornya adalah individu atau komunitas ulama, maka persoalan yang ketiga aktornya adalah negara (institusi politik). Celakanya, bahkan kerap, aktor individu jumbuh dengan aktor negara jika kita melihat pada konteks kehidupan orang Aceh.

Dalam survei Lembaga Survei Indonesia (LSI), agama sebagai instrumen kolonial, tercermin dalam pertanyaan yang diajukan kepada responden di Aceh: “Apakah ibu/bapak lebih merasa sebagai orang dari suku-bangsa asal seperti Jawa, Sunda, Batak, Minang, dll., lebih sebagai orang dari agama tertentu (Islam, Kristen, dll.), atau lebih merasa sebagai orang Indonesia?” Perumus pertanyaan tersebut membandingkan antara identitas etnik, religius dan ideologis. Hasilnya, menurut LSI bahwa orang Aceh lebih bangga menjadi orang Indonesia daripada seorang muslim. Dengan lain kata, keindonesiaan (identitas ideologis) telah melampaui keislaman (identitas religiusitas) dan keacehan (identitas etnis).

Untuk mendapatkan konteks historis dan kekinian agama dalam perspektif pascakolonial, Aceh memang merupakan wilayah—dalam artian teritori dan waktu—di mana agama telah menjadi prototipe ideal instrumen kolonialisasi. Meskipun hal ini sering berada di luar kesadaran sosiologis orang Aceh. Bahkan ulama Aceh itu sendiri, serta cendekiawan muslim nusantara serta komunitasnya tidak sadar jika mereka telah berubah dari aktor teologis menjadi aktor ideologis yang mana mereka telah menggunakan agama sebagai instrumen kolonialisasi— teristimewa dalam periode bernegara pascakolonial (selepas 1945, red).

Dalam teori pascakolonial, negara pusat bukan saja mengambil alih secara paksa sebuah wilayah dan populasi manusia, tetapi juga menciptakan sistem ekonomi, politik dan budaya kolonial di wilayah itu yang memberikan keuntungan semaksimal mungkin pada negara pusat. Negara pusat terus berpikir untuk menciptakan siasat militer, dan siasat kebudayaan agar wilayah dan populasi yang dikuasainya menjelma menjadi sebuah koloni yang kompleks.

Pada intinya, siasat kebudayaan adalah penghilangan keaslian karakter budaya di koloni (dekonstruktif) sehingga terbentuk mental “kompleks inferioritas”, serta membentuk budaya baru yang berkiblat ke pusat koloni (rekonstruktif).

Snouckis


imageDalam kerangka berpikir siasat kebudayaan (kolonialisasi) itulah, Pemerintah Kolonial Belanda mengirim Snock Hurgronje. Apalagi, siasat militer tidak berhasil menjadikan Aceh sebagai sebuah koloni yang utuh. Perang Aceh berhasil mengulur waktu yang panjang (1873-1949), menyita energi yang melelahkan dan menguras dana yang sangat besar. Bahkan melampaui daya dukung keuangan serikat dagang dan negara itu sendiri.

Dampak negatif lainnya bagi negara pusat, siasat militer justru mengkristalkan spirit perlawanan yang manifes maupun laten di dalam diri orang Aceh. Di satu sisi, orang Aceh semakin mengidealkan dirinya menjadi gerilyawan, dan berakhir sebagai syuhada. Idealisasi orang Aceh bukan dalam artian sentimen terhadap nonmuslim, melainkan bertindak memerangi kemungkaran yang aktornya secara kebetulan jumbuh dengan individu non-muslim dan negara asing. Di sisi lain, serdadu mengalami stress dan menjadi bertindak brutal, juga para perwira tingginya.

Apakah siasat kebudayaan kolonial yang dijalankan Snouck di Aceh?

Target siasat itu langsung ke akar yang menghidupkan orang Aceh, yakni Islam. Karena itu, Snouck melakukan riset yang intensif untuk mengetahui pengaruh Islam terhadap kehidupan politik, ekonomi dan budaya orang Aceh. Meskipun hasil risetnya lebih tepat disebut sebagai studi kasus tentang eksistensi agama dalam kehidupan orang Aceh yang berada di wilayah dataran rendah, Aceh Besar. Meskipun demikian, studi ini memberikan inspirasi pada Snouck untuk merumuskan siasat budaya bagaimana ‘menjinakkan’ Islam di Aceh khususnya, dan wilayah koloni Hindia Belanda umumnya.

Siasat kebudayaan ini bukanlah kristenisasi, melainkan reislamisasi orang Aceh. Bukan pula, transformasi identitas dari keislaman menjadi kebelandaan. Islam yang berspirit melawan (kemungkaran) negara pusat harus direkonstruksi menjadi Islam yang loyal terhadap pusat kolonial, tanpa peduli terhadap kemungkaran. Islam harus dijadikan instrumen utama kolonialisasi.

Ada perbedaan yang tajam antara siasat militer dan siasat kebudayaan kolonial. Siasat militer, jika jenderal mati, maka mesjid di bakar. Ketika Kohler mati, maka Masjid Raya pun dibakar oleh serdadunya. Siasat kebudayaan justru sebaliknya, aktor kolonial harus menjadi imam mesjid, maka mesjid harus dibangun lebih megah lagi. Karena itu, proyek budaya yang utama adalah membangun kembali Masjid Raya dengan merujuk pada arsitektur Taj Mahal yang megah dan menyimbolkan kecintaan yang dalam.

Di sisi lain, Snouck mendekonstruksi identitas keacehan. Bahwa negara tradisional Aceh adalah negara perompak. Bahwa tingkat intelektualitas keagamaan ulama Aceh adalah rendah. Bahwa religiusitas orang Aceh adalah mistis dan takhayul. Padahal, di sisi lain, Snouck mengakui spirit keagamaan orang Aceh berbasis pada sufisme.

Selain merekonstruksi mesjid, Snouck mengintervensi manajemen masjid—bahkan ia berhasil menjadi imam besar—setelah bekerjasama dengan seorang kadi hulubalang Aceh. Tahap berikutnya, Snouck menata kembali institusi keagamaan agar lebih birokratis. Hal yang penting adalah pengangkatan H. Hasan Mustapa—kenalan utamanya sejak di Mekkah dan ulama yang berasal dari kalangan kelas menengah Sunda—sebagai Penghulu Besar di Aceh selama dua tahun. Lalu, ia diganti oleh Raden Haji Muhammad Rusydi—yang masih memiliki tali kekerabatan. Sejak itulah Islam menjadi instrumen politik kolonial yang terlembaga, yang kemudian dilanjutkan di dalam konteks Indonesia sebagai departemen agama.

Neo-Snouckis


Dari perspektif pascakolonial, apakah siasat budaya kolonial masih terus dilanjutkan di dalam negara modern Indonesia—dengan versi barunya, yakni kolonialisme modern—yang selaras dengan prinsip negara kesatuan?

Jika kita mengacu pada tesis Loomba, maka kemerdekaan tidak secara otomatis memusnahkan siasat budaya kolonial. Bahkan, kelangsungan siasat budaya kolonial bisa dimanipulasi sebagai bagian dari semangat nasionalisme yang terus-menerus dipompa oleh elite penguasa negara baru.

Dalam kolonialisme modern, wilayah politik terbagi dua, yakni pusat dan daerah dalam relasi yang sentralistik. Sistem demikian juga dipakai di Indonesia. Polanya, sistem politik harus memperkuat otoritas pusat dan memperlemah otoritas daerah. Sistem ekonominya, daerah adalah wilayah eksploitasi sumberdaya alam dan pusat adalah pengelola hasil sumberdaya alam itu.

Dalam sistem kolonial lama, daerah yang memberikan upeti ke pusat. Sekarang, bukan lagi upeti, tetapi semua alat produksi dimiliki dan dikelola oleh pusat. Pusat ‘menyedekahkan’ hasilnya kepada setiap daerah, sesuai dengan kemurahan hati pusat. Kemudian, daerah adalah pasar dan konsumen terhadap industri yang menumpuk di (wilayah) pusat kekuasaan.

Bagaimanakah dengan siasat yang berkenaan dengan identitas budaya daerah? Apakah setelah kemerdekaan, identitas budaya lokal yang telah dipunahkan oleh pemerintah kolonial mendapat kesempatan atau didorong kembali untuk hidup oleh penguasa pusat?

Rezim Soekarno


Fenomena gerakan pemberontakan daerah, khususnya DI/TII di Aceh dalam periode Soekarno, jika dilihat dari perspektif pascakolonial, adalah akibat dari masih dilanjutkannya sistem-sistem kolonial itu. Apa yang dilakukan oleh Tgk Daud Beureueh adalah perlawanan terhadap dominasi sistem kolonial modern yang dipraktekkan rezim Soekarno. Praktek kolonial modern ini sangat terasa di luar wilayah Indonesia Luar ketimbang di Indonesia Dalam (dalam pembagian Geertz).

Di wilayah Indonesia Luar, pihak kolonial relatif tidak memiliki waktu yang cukup untuk membangun sistem politik dan ekonomi yang kuat atau, wilayah ini tidak pernah menjadi pusat kolonial. Akibatnya, ada pola metamorfose yang berbeda dalam menyikapi kelanjutan sistem kolonial antar komunitas keagamaan di Indonesia. Di sana, komunitas keagamaan membangun perlawanan terhadap dominasi pusat, termasuk menjadi gerakan politik bersenjata. Apalagi sebagian dari tokohnya adalah pemimpin gerilya di masa kolonial.

Di Indonesia Dalam, komunitas keagamaan berupaya mengintegrasikan diri ke dalam struktur birokrasi pemerintahan. Karena itu terjadi kompetisi politik yang tajam, misalnya antara NU dan Muhammadiyah, dalam perebutan jabatan kementerian agama—yang merupakan proyek kolonial. Mereka berebut menjadi bagian dari rezim baru yang melanjutkan proyek kolonial.

Relasinya dengan kekuasaan, NU mengeluarkan fatwa bughat terhadap gerakan perlawanan muslim di wilayah Indonesia Luar. Fatwa ini merupakan bentuk awal komunitas keagamaan yang jumbuh dengan kekuasaan. Sebuah fatwa yang menghalalkan pembunuhan muslim di Indonesia. Berikutnya, adalah keterlibatan mereka dalam aksi pembasmian PKI yang dimobilisasi serdadu.

Sementara siasat budaya yang menyangkut identitas daerah, Pusat membangun versi baru. Jika dahulu kebanggaan identitas dikaitkan dengan Hindia Belanda, maka sekarang kebanggaan terhadap keindonesiaan (nasionalisme), mulai dari propaganda “ganyang Malaysia” hingga kebanggaan terhadap proyek-proyek mercusuar. Ganyang Malaysia menunjuk pada kebencian sesama etnik melayu akibat nasionalisme (hitam).

Di Aceh, orang mulai bangga menyebutkkan bahwa pabrik Gula Cot Girek adalah pabrik terbesar dan termodern di Indonesia. Orang Aceh merasa inferior atau tidak modern bila tidak berbahasa Indonesia. Sementara, konsesi politik pasca DI/TII yang berkenaan dengan tiga keistimewaan Aceh (dalam bidang agama, adat dan pendidikan)—yang sebenarnya dapat menjadi basis bagi siasat budaya perlawanan lokal terhadap budaya dominan—tidak berjalan.


Rezim Soeharto


Pada periode Soeharto, tiga keistimewaan itu diabaikan secara legal dengan Undang-undang Pemerintah Daerah dan Pendidikan Nasional. Bahkan, upaya mengimplementasikan tiga keistimewaan itu dengan mudah dihantam oleh isu komando jihad, dan Gerakan Pengacau Liar (GPK) dalam periode DOM (1989-1998).

Identitas lokal diorientasikan pada kebanggaan terhadap industri eksploitasi gas alam Arun. Industri itu dipropagandakan sebagai penghasil gas terbesar di dunia, yang menggunakan teknologi tercanggih (supra modern). Orang Aceh bangga—khususnya kaum birokrat dan kelas menengah atas—bahwa gagasan pembentukan Bappenas berasal dari pengembangan gagasan Aceh Development Board (ADB). Orang Aceh bangga bahwa pelembagaan ulama (Majelis Ulama Indonesia) adalah berasal dari Aceh. Elite agama Aceh tidak sadar bahwa pelembagaan ulama merupakan kelanjutan dari proyek kolonialisasi yang telah dilakukan oleh Snock Hurgronje. Pelembagaan itu merupakan siasat budaya pusat untuk mengontrol ulama melalui institusi birokrasi.

Dalam periode negara modern, komunitas muslim selalu disediakan musuh oleh penguasa politik. Islam dan muslim dibenturkan dengan non-Islam dan non-muslim. Islam dan muslim dibenturkan dengan komunisme (Tragedi ‘65). Hal ini membentuk karakter Islam eksklusif. Islam dan muslim dibenturkan dengan Islam dan muslim yang dilabel dan dipropagandakan oleh penguasa sebagai Islam radikal dan komunitas komando jihad (komji). Hal ini membentuk karakter Islam introvert. Jadi proyek kolonialisme modern melahirkan Islam eksklusif dan introvert—yang sesuai dengan ranah budaya agraris pedalaman dan rezim politik yang represif.

Suatu kala, saya bertemu dengan seorang inisiator PKI di Aceh yang telah bermukim di Amsterdam. Saya terkejut ketika ia mengatakan bahwa yang pertama sekali dieksekusi (extra judicial killing) di Aceh adalah enam perempuan. Hal ini menunjukkan proyek kolonialisme modern yang menjadikan Islam sebagai instrumen politik berdarahnya telah merasuk sangat dalam. Muslim membantai muslim yang berideologi berbeda, bersimpati atau berkerabat dengan pengikut komunisme.

Oleh serdadu, pola ini digunakan lagi di masa DOM. Sejumlah ulama dibawa ke kamp-kamp penyiksaan dan pembantaian serdadu untuk memberikan ‘siraman rohani’. Kesaksian para tahanan bahwa ulama justru menyalahkan, bahkan memberikan label berdosa pada mereka karena melawan pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa ulama Aceh telah memiliki karakter politik yang sama dengan ulama di Indonesia Dalam. Ulama menjadi buta terhadap tindakan mungkar dan dzalim (serdadu) yang terjadi di dalam kamp militer tersebut.

Ketika Islam dan muslim telah menjadi instrumen dan aktor proyek kolonialisme modern, maka spirit perlawanan (jihad) terhadap kemungkaran (korupsi) dan kezaliman (pelanggaran HAM) penguasa politik hilang. Akar spirit gerakan perlawanan terhadap rezim Soeharto bukan bersumber pada agama dan bukan digerakkan oleh ulama, melainkan bersumber dari akumulasi pengalaman hidup rakyat yang pahit dan berdarah selama tiga dasawarsa Orde Baru.

Pasca Reformasi


Hal yang lebih tragis lagi bagi Aceh, di pascareformasi terjadi kejumbuhan antara aktor agama dan aktor negara dalam melanjutkan proyek-proyek kolonialisme modern di masa kekuasaan Abdurrahman Wahid. Siasat budaya yang berlaku—dengan menggunakan dana bantuan Sultan Brunei Darussalam—adalah merelasikan antara ulama Aceh dan NU. Dalam setiap muktamar NU, misalnya muktamar tarekat yang muktabarah, maka ulama Aceh dihadirkan.

Kemudian rezim mempropagandakan ulama sebagai pemilik otoritas tertinggi terhadap seluruh tatanan kehidupan orang Aceh. Penguasa pusat bermaksud untuk memotong pengaruh GAM dalam masyarakat dengan meminjam tangan ulama Aceh.

Di sisi lain, penguasa pusat mempropagandakan pada komunitas internasional bahwa orang Aceh adalah penganut Islam yang sangat fanatik dan radikal. Orang Aceh adalah kaum muslim yang tertutup dan eksklusif. Orang Aceh sangat membenci orang asing, apalagi non-muslim.

Pada awalnya, serdadu memberikan tekanan khusus bahwa pendanaan GAM ditopang dari hasil penjualan ganja. Sementara sebaran ganja Aceh ke seluruh pelosok nusantara paralel dengan asal-usul kesatuan serdadu yang dikirim ke Aceh.

Lalu siasat budaya ini dikembangkan menjadi proyek kriminalisasi manusia. Orang Aceh adalah pemadat ganja. Media elektronik dan cetak di Indonesia pun mengekspose penangkapan anggota sindikat ganja, apalagi bila ada pelakunya yang berasal dari Aceh. Media melanjutkan dan ikut mempertajam diskriminasi etnis yang berbasis ganja sebagaimana yang diskenariokan oleh serdadu. Lalu, serdadu memaksa pihak ulama untuk mengeluarkan fatwa yang menyangkut ganja.

Dari perspektif pascakolonial, tindakan kriminalisasi orang Aceh—dengan menggunakan ganja—adalah salah satu bagian dari paket dehumanization jika kita merujuk pada konsep kolonialisasi Frantz Fanon. Masih ada tindakan lainnya di dalam paket tersebut, antara lain, pemarakan perdagangan ilegal, perjudian, pelacuran, pencurian, pembunuhan massal, perbudakan seks di kamp militer, disgregasi etnis dan pembunuhan misterius. Ada dua hal yang diharapkan dari siasat ini, pertama inferioritas orang Aceh, konflik horizontal, dan orang Aceh menjadi manusia traumatik. Kedua, membangkitkan gairah masyarakat di luar Aceh untuk mencurigai, men-sweeping dan menghukum orang Aceh yang bermukim di daerahnya.

Proyek budaya lainnya adalah memberikan legalitas pemberlakukan syariat Islam. Hal ini justru digunakan untuk meneguhkan propaganda pada komunitas internasional: “Lihatlah, orang Aceh sangat fanatik. Mereka ingin mendirikan negara Islam di dalam Indonesia. Mereka kaum muslim yang potensial menjadi kelompok teroris. Buktinya, lihatlah apa yang dilakukan GAM!”

Dalam realitasnya, pemberlakuan syariat Islam merupakan proyek kolonialisme modern untuk memasukkan orang Aceh ke dalam ‘kerangkeng besi’. Padahal, kasus-kasus korupsi tidak diadili dengan syariat, melainkan dengan UU Tindak Pidana. Kasus-kasus pelanggaran HAM oleh serdadu tidak bisa disentuh oleh syariat, melainkan dengan peradilan koneksitas dan peradilan militer. Kasus-kasus pemerkosaan juga hanya masalah indisipliner serdadu. Kasus-kasus judi, togel dan narkoba (shabu-shabu) yang dibekingi serdadu tak terjangkau syariat. Bahkan kasus pembunuhan yang dilakukan serdadu terhadap istri mantan walikota pun tidak masuk ke dalam peradilan syariat.

Hukum syariat hanya menjangkau laki-laki Aceh yang tidak pergi ke masjid di hari Jumat. Perempuan Aceh tidak memakai jilbab. Kaum muda Aceh yang pacaran di pinggir pantai. Singkatnya, pemberlakuan syariat ibarat memakaikan sepatu besi yang kekecilan pada kaki-kaki orang Aceh yang melakukan perlawanan terhadap aktor kolonial versi baru—yakni kaum dan penguasa Neo-Snouckis. Pemberlakuan syariat di Aceh hanya merupakan salah satu siasat budaya kolonialisme modern yang menguntungkan pusat.

Penutup


Islam dan muslim dalam ranah non-teologis dapat ditafsir dari perspektif pascakolonial. Aceh menjadi konteks historis dan politik kekinian yang ideal untuk menemukan bagaimanakah Islam dan muslim digunakan sebagai instrumen dan aktor dalam proyek budaya kolonialisme modern.

Proyek kolonialisme ini tanpa disadari telah tertanam di dalam kaum terpelajar muslim, atau kelas menengah Aceh. Fenomena itu semakin tampak tegas pada perilaku elite agama periode pascatsunami. Ceramah-ceramah agama di mesjid menegaskan bahwa bencana alam tsunami terjadi karena kemurkaan Allah SWT terhadap amoralitas orang Aceh yang sudah keluar batas.

Korban tsunami mendapat siraman rohani, misalnya: “Bersabarlah dalam menghadapi cobaan Tuhan, Tuhan akan menyayangi mereka yang bersabar.” Sementara bantuan kemanusiaan dari seluruh penjuru dunia tidak sampai kepada mereka karena ada kontrol dan akumulasi yang dilakukan oleh serdadu. Ulama bukannya menyiram rohani serdadu: “Bahwa tindakan mengontrol, mengakumulasi dan melakukan diskriminasi politik dalam kaitannya dengan bantuan adalah perbuatan mungkar dan dzalim. Allah SWT akan melaknati kalian, wahai kaum serdadu!”

Tanda-tanda berikutnya, ulama mulai peka dan mudah terhasut dengan isu kristenisasi. Bahkan, segala sesuatu yang asing (LSM dan serdadu) adalah identik dengan Kristen. Ulama pun meminta elite penguasa untuk mengontrol dan menyeleksi orang asing dengan mindset orang kafir. Di dalam benak mereka sudah terjadi dialog: “Tidak mungkin orang asing membantu Aceh dengan tanpa kepentingan. Adapun kepentingan itu adalah kristenisasi.

Hal yang juga penting, apakah muskil rekonstruksi pascatsunami merupakan proyek budaya neo-snouckis (kolonialisme modern) yang terbesar di abad 21? Proyek budaya kolonial modern yang bertujuan merubah orang Aceh menjadi manusia-manusia kolonial dan beragama sesuai dengan format kolonial modern, dan pelakunya berasal dari etnik dengan agama yang sama dengan orang Aceh itu sendiri.

Jika hal ini betul-betul terjadi, maka bukan saja orang Aceh telah ditipu, melainkan komunitas internasional yang membantu Aceh atas dasar spirit kemanusiaan juga telah ditipu. Bayangkan saja, bantuan kemanusiaan telah digunakan untuk mendehumanisasi manusia lainnya (orang Aceh). Naudzubillah! (acehkita)

*) Sosiolog asal Nanggroe Aceh Darussalam


Sumber: swaramuslim.com

ZIONIS BERGANDENGAN DENGAN KRISTEN EKSTREM

Katagori : Aspirasi & Muslim Voice
Oleh : Redaksi 07 Apr 2005 - 8:10 am


Muhammad Mahdi Akif, Mursyid Aam Ikhwanul Muslimin, Mesir
imageTema Kristenisasi Internasional yang diangkat SABILI pada edisi lalu, ternyata mendapat respon tersendiri dari negeri piramida, Mesir. Kasus Wafa Konstantin dengan Gereja Koptik Mesir, serta ketenangan Asywik Collin Yaneq tentang ancaman Kristenisasi pada gerakan Islam tertua di dunia, Ikhwanul Muslimin (IM), memang sedang hangat dibicarakan di negara itu.

Karena sedang hangat, Mursyid Aam Ikhwanul Muslimin Muhammad Mahdi Akif menerima wartawan SABILI di Mesir, Yusuf Burhanudin dan memberikan keterangan. Gerakan Kristenisasi, memang telah mengancam, tidak saja Ikhwanul Muslimin, tapi juga dunia Islam secara keseluruhan.

Ditemui di markas Ikhwanul Muslimin, Muhammad Mahdi Akif yang tergolong susah ditemui, merasa perlu memberikan pesan-pesannya pada SABILI. Sebab, Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia tidak akan lepas pula dari ancaman global ini.

“Yang perlu diwaspadai adalah, gerakan Kristenisasi tak pernah dilakukan terang-terangan. Mereka selalu menempuh jalur bawah tanah dan menggunakan segala cara,” pesannya pada Yusuf Burhanudin. Ia juga memberikan resep-resep penting guna menangkal dan menghalau gerakan Kristenisasi menyerang umat Islam.

Mahdi Akif terpilih menjadi Mursyid Aam Ikhwanul Muslimin yang ke enam. Ia duduk pada kursi tertinggi organisasi yang selalu dianggap lawan politik terberat pemerintah Mesir ini setelah pendahulunya, Makmun Hudhaibi, meninggal awal tahun lalu. Muhammad Mahdi Akif, selain tercatat membangun karir organisasinya di Ikhwanul Muslimin, ia juga veteran Perang 1948 antara Mesir dan Israel. Hari-hari ini, ia dan Ikhwanul Muslimin sedang disibukkan dengan rencana pemilihan Presiden Mesir mendatang.

Beberapa lamaran sudah masuk ke Ikhwanul Muslimin. Tapi Akif sepertinya akan menolak. “Kita punya kandidat sendiri yang mampu mengatur dunia dan tidak Mesir saja,” ujarnya penuh percaya diri. Berikut petikan wawancara SABILI dengan Muhammad Mahdi Akif:

Anda percaya gerakan Kristenisasi itu sedang menyerang dunia Islam?


Sebenarnya, tidak ada satu pun gerakan Kristenisasi di dunia Islam ini. Dalam arti, gerakan yang terang-terangan. Tapi semua itu dilakukan di bawah tanah dan jauh dari permukaan. Yang jelas, semua usaha kristenisasi menunjukkan kegagalannya sejak abad yang lalu.

Menurut Anda, tujuan gerakan ini murni misi keagamaan atau ada kaitannya dengan imperialisme?


Gerakan mereka terselubung dan didanai oleh berbagai lembaga internasional guna melancarkan tujuan-tujuan tersembunyi pula. Tetapi ingat, upaya mereka itu sedikit pun tidak akan membawa hasil yang berarti.

Asywik Collin Yaneq, mantan Sekjen Persekutuan Gereja Internasional di Tengah dan Timur Afrika mengungkap rencana Kristenisasi di dunia Islam.

Salah satu agenda terpenting adalah melucuti kekuatan gerakan Ikhwanul Muslimun, komentar Anda?


Mereka boleh merencanakan apa saja sesuai dengan apa yang mereka kehendaki. Mereka juga boleh mengajukan misi apa saja terhadap dunia Islam. Ikhwanul Muslimun hampir selalu menjadi target utama dalam misi mereka. Itu disebabkan komitmen Ikhwanul Muslimun pada Islam, komitmen terhadap risalah kenabian, dan yang terpenting memiliki kedisiplinan terhadap manhaj gerakan yang telah digariskan.

Mereka sebenarnya ingin mendekati masyarakat. Salah satu hal terpenting dalam pendekatan ke masyarakat, terutama masyarakat beragama, tentunya yang hampir selalu berpegang teguh pada pokok-pokok keimanan kepada Allah SWT. Sungguh ini sebuah gambaran kondisi masyarakat yang memiliki pondasi akidah yang kuat dan secara tulus menjadikan Islam sebagai agama mereka. Tentu saja, siapapun akan merasa kesulitan bahkan riskan dalam melancarkan berbagai aksi dan gerakan kristenisasi kepada model masyarakat seperti di atas. Meski harus diintervensi dengan kekuatan atau kekuasaan, harus dibujuk rayu dengan uang dan kekayaan, semuanya sama sekali tidak akan mempan.

Islam adalah akidah sekaligus risalah. Mengamalkan keduanya dalam segenap kehidupan, membuat segala ancaman yang datang, dengan mudah terhalau. Demikian kira-kira resep yang di antaranya senantiasa dipegang oleh kebanyakan umat Islam, khususnya yang ada di belahan Jazirah Arab.

Penahanan 58 anggota IM kemarin terkait dengan misi penting Kristenisasi?


Tidak. Itu semua tidak ada kaitannya dengan rencana Kristenisasi. Ini adalah persoalan Ikhwanul Muslimun dengan pemerintah. Falsafah pemerintah itu adalah, selalu memerangi gerakan Ikhwanul Muslimun, bagaimanapun caranya.

Pemerintah agaknya mulai mencium bahwa berbagai gerakan Ikhwanul Muslimun banyak mendapat simpati dan meraih banyak pengikut. Demikian pula peran Ikhwanul Muslimun dalam politik maupun perundang-undangan. Semakin banyak mendapat dukungan rakyat bawah. Dan seperti biasa, dapat ditebak, pemerintah yang berkuasa jelas tidak menghendaki itu semua. Sekali lagi, ini tidak ada kaitannya dengan campur tangan Kristen ekstrem dalam memenjarakan beberapa anggota Ikhwanul Muslimun kemarin. Ini soal kebencian pemerintah saja.

Apa kiat Ikhwanul Muslimun menghalau semua kelemahan umat Islam tersebut?


Pada prinsipnya, kami senantiasa siap menghadapi kekuatan yang datang mengancam dari mana pun. Terlebih gerakan-gerakan yang bisa merusak akidah dan menistakan umat. Semuanya kami tegakkan berdasarkan misi agama yang kami yakini dan juga tuntunan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Tidak luput pula mengedepankan nilai-nilai moral yang kokoh di garda terdepan. Inilah yang membuat ajaran Islam unggul dibanding yang lainnya. Boleh dikatakan, tidak ada satu ajaran mana pun di muka bumi ini yang selengkap ajaran Islam.

Maka itu, kami akan selalu “menyambut” seluruh gerakan kristenisasi yang datang dari negeri manapun di dunia ini. Meski mereka didukung oleh dana miliaran dolar dan fasilitas yang luar biasa, itu semua tidak ada artinya dibanding dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepada kami untuk senantiasa beriman, mempercayai-Nya dan berusaha keras sekuat tenaga meraih surga-Nya.

Ada kaitan antara misionaris dengan zionisme atau imperialisme dunia?


Zionisme internasional itu telah sejak lama bergandengan mesra dengan kelompok Kristen ekstrem terutama dalam menghantam dan melumpuhkan gerakan-gerakan Islam. Mereka, selalu sepakat menggempur kekuatan umat Islam. Wajar jika mereka mau bekerjasama mengerahkan segala daya dan upaya yang mereka miliki guna menghasut umat Islam.

Apakah di Mesir gerakan Kristenisasi juga terjadi?


Di hampir semua tempat, gerakan berlangsung. Belum berhenti hingga hari ini. Akan tetapi upaya mereka senantiasa menemukan kegagalan dalam segala rencana yang digencarkan.

Seiring dengan itu pula, mereka tanpa henti terus-menerus mengutus para misionarisnya, mendirikan gereja-gereja, ataupun mendirikan lembaga-lembaga sosial guna “membantu” masyarakat Muslim yang lemah dan berkekurangan secara ekonomi. Ini senjata klasik yang sering mereka gunakan sebagai kedok nyata bagi persiapan penjajahan agama.

Apabila semua itu telah dilakukan, langkah berikutnya adalah mudah dikristenkan. Tetapi saya katakan, tidak usah khawatir, karena segala upaya itu selalu berujung dengan kegagalan dan kesia-siaan.

Daerah mana saja di Mesir yang rawan Kristenisasi?


Yang jelas, mereka selalu mengincar daerah-daerah kumuh dan miskin. Biasanya, aksi yang dilakukan adalah membagi-bagikan bantuan finansial, bahan pokok sehari-hari seperti makanan. Pokoknya, meliputi kebutuhan sandang, pangan, bahkan papan.

Lucunya, meski kaum Muslimin itu telah berhasil ditarik memeluk Nasrani, tetapi ketika disuruh membaca tahlil, mereka ternyata masih bisa berteriak fasih laa ilaaha illallaah muhammadun rasulullaah! Benar-benar membingungkan! Ini pertanda, betapa geliat dan fitrah Islam telah mendarah daging dalam watak, kebiasaan, dan seluruh tradisi umat ini.

Ada kaitan antara gerakan misionaris dengan American University di Kairo?


Kaitan secara langsung, mungkin tidak ada. Pendirian Univeristas Amerika tersebut, hanya untuk kepentingan satelit politik Amerika saja. Dengan kata lain, sebagai pelaksana berbagai kepentingan politik Amerika di negeri orang lain.

Sekarang ini kita memang patut bersyukur. Universitas Amerika tersebut kini penuh sesak oleh orang-orang Islam yang taat dan shalih. Sehingga, secara logika, tidak mungkin mereka kemudian dengan gampang dimurtadkan. Apalagi hendak dicetak menjadi misionaris-misionaris yang kelak menjalankan misi Kristenisasi.

Apakah benar bahwa Amerikanisasi bagian dari Kristenisasi?


Gereja-gereja di Amerika memang memiliki peran dan artikulasi kekuatan, dalam arti dana dan SDM yang cukup luar biasa. Dari hitung-hitung logika kekuatan, mereka memang cukup unggul sehingga bisa menerobos dunia Islam dengan sangat mudah.

Demikian juga kerja sama kekuatan mereka dengan persekutuan gereja-gereja Kristen, baik yang ada di Jerman dan Swiss dengan dana miliaran dolar. Dana besar-besaran itu memang dialokasikan semuanya untuk mendanai kaum misionaris demi menjalankan proyek Kristenisasi. Tidak banyak yang tahu soal itu, karena cenderung bergerak secara rahasia dengan rencana yang terselubung.

Tetapi umumnya, mereka tidak mempan menembus masyarakat Muslim, terutama pada umat Islam di seluruh dunia Arab. Alih-alih keberhasilan yang bisa didapat, yang terjadi justru selalu mendapatkan kenihilan dalam proyek-proyek besar mereka itu. Hal ini disebabkan kekompakan masyarakat kita sendiri yang menolak program berbagai rencana mereka itu sejak jauh-jauh hari.

Menurut Anda, kenapa kristenisasi di Indonesia berlangsung begitu marak?


Menurut saya, ini karena masyarakat Indonesia mendapat tekanan dari pemerintah. Terutama dalam menekan dan melumpuhkan seluruh gerakan umat Islam. Di samping tentunya tekanan asing yang tak kalah dahsyatnya. Ini benar-benar kelihatan sekali di Indonesia.

Terlebih, gerakan Kristenisasi ini seolah mengincar kelompok masyarakat yang berkekurangan sehingga cenderung mendapat sambutan luar biasa, terutama bagi orang-orang fakir, miskin. Karenanya, ketika belenggu kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan bisa dienyahkan, maka seketika itu pula gerakan Kristenisasi akan terhalau. Di situlah sebenarnya kuncinya.

Adakah strategi khusus menghadapi hal ini?


Solusi bagi kita itu sudah begitu gamblang. Bahwa umat Islam sudah semestinya mulai mengenal dengan seksama hakikat dan tujuan agama mereka itu sendiri. Setiap kita harus memahami akidah Islam dengan benar, menjalankan syariat Islam dan berdisiplin dalam menunaikan berbagai kewajiban yang telah digariskan. Mulai dari praktik shalat hingga bagaimana belajar mencintai orang lain.

Yang terpenting, ajarkanlah kepada mereka yang awam, apa itu Islam. Seandainya umat Islam mengerti apa arti Islam yang sesungguhnya, maka dijamin tak ada seorang pun yang mampu menarik umat Islam kepada agama yang ditawarkan para misionaris itu. Saya sampaikan, bahwa pihak yang mempersilakan para misionaris menjalankan proyek Kristenisasi, khususnya di Indonesia, memang merupakan krisis lanjutan dari sebuah serial diktatorisme yang selama puluhan tahun berlangsung di Indonesia. Tetapi kalau memang kini rakyat Indonesia telah merasakan udara kebebasan, maka nikmatilah.

Di Timur Tengah Kristenisasi pada umumnya tidak segencar di Indonesia. Apa masalahnya menurut Anda?
Ya, demikianlah risiko sebuah kebebasan. Semua gerakan bisa masuk tanpa filter yang ketat. Tetapi jangan khawatir. Segencar apapun kristenisasi di Indonesia, mereka tetap akan hancur. Tetap akan menemui kegagalan dan berakhir sia-sia.

Saya justru lebih percaya akan terjadi kebangkitan umat Islam di Indonesia. Terutama saat ini seluruh umat Islam Indonesia telah mulai menikmati udara kebebasan. Tinggal bagaimana mengelola seluruh kebebasan itu menuju kebebasan yang sesungguhnya. Sebuah kebebasan dimana tidak ada lagi ruang kehidupan bagi Kristenisasi. Dan umat Islam Indonesia saat ini, insya Allah, tengah menuju puncak kebebasan luhur ini.

Apa sebenarnya persoalan mendasar yang mesti diperhatikan oleh umat Islam saat ini?


Semua gejala di atas yang saya sebutkan tadi itu tiada lain menunjukkan secara gamblang, bahwa kebanyakan pemerintah kita selalu ditekan dan bergantung pada kekuatan asing. Inilah sebenarnya persoalan penting yang menjadi kendala mendasar negara-negara di dunia Islam seluruhnya. Semuanya berkaitan dengan politik dan kebijakan dalam negeri itu sendiri, apakah terpengaruh atau tidak oleh kekuatan asing. Mandiri, independen, atau malah didikte. (Sabili)

Sumber: swaramuslim.com

Mereka Bersatu Memaki Islam

Katagori : Islamophobia
Oleh : Redaksi 29 Mar 2005 - 12:30 am



imageimageGetaran pentas WS. Rendra tentang Rasulullah dalam pagelaran Barzanji beberapa saat lalu. Betapa agung Muhammad.Ya Nabi salam alaika, Ya Rasul salam alaika, Ya Habib salam alaika.... Suara koor membuka pertunjukkan menembangkan Barzanji yang diterjemah oleh Syu’bah asa. Begitu agung.

Tapi ada peristiwa sebaliknya yang terjadi di belahan bumi lain. Sebuah seminar sehari di Columbus, Ohio, Amerika Serikat sedang membicangkan bagaimana berhadapan Muslim saat ini. Hari itu (27/5) Gereja Southern Grace Brethren dipenuhi oleh para pemuka-pemuka gereja dari berbagai belahan Amerika. Tak hanya pemuka agama, guru-guru dan murid dari sekolah menengah umum yang berada di sekitar Columbus turut pula hadir, sebagai undangan

Pat McEvoy, salah seorang guru yang hadir benar-benar terinspirasi oleh seminar sehari tersebut. Seperti penuturannya pada New York Times, sebelum seminar ini ia sangat sedikit menerima informasi tentang Islam. Bahkan bisa disebut buta. Informasi gerangan apakah yang membuat guru seperti Pat McEvoy kagum?

Seminar itu bertajuk; Muslim di Amerika, Merayu atau Memerangi Mereka. International Herald Tribune memuat berita tentang seminar ini sebagai headline di halaman depan edisi 28 Mei 2003. Dalam banyak keterangannya, International Herald Tribune menyebut seminar sehari ini sebagai sebuah seminar mencari jalan menjauhkan Muslim dari nilai dan ajaran-ajaran Islam.

Tak berlebihan jika disebut demikian. Salah seorang pembicara yang tak disebutkan namanya, menyebutkan salah satu cara menjauhkan Muslim dari Islam. “Selalu tunjukkan kepada orang Muslim sikap cinta kasih, kedermawanan dan keramah-tamahan. Dan jangan lupa, bawa sebuah Perjanjian Baru untuk diberikan sebagai hadiah,” tuturnya.

Ia juga memberikan beberapa tips dan cara apa saja yang harus dilakukan dan apa pula yang harus dihindari dalam usaha merangkul kaum Muslim Amerika. Cara-cara itu adalah, jangan dekati Muslim secara berkelompok, jangan ajak mereka untuk datang ke gereja. “Karena mereka (Muslim, red) tidak akan mengerti dan menyangka menyanyi dan bertepuk tangan adalah sebuah pesta. Undang mereka ke rumah untuk makan, bawakan mereka kue-kue cokelat sebagai hadiah. Ajak mereka berbicara tentang misi penyelamatan. Jika ingin selamat, maka terima Yesus sebagai juru selamat.”

Namun cara ini ditolak mentah-mentah oleh seorang penginjil asal Beirut yang tak pula disebutkan namanya. Menurutnya, cara-cara yang disebutkan pembicara pertama tidak akan bisa dilakukan dan sangat bahaya. Dalam persentasinya yang menggunakan Power Point tersebut, sang penginjil menyebut bahwa al-Qur’an dan ajaran Islam penuh dengan kebencian, kekerasan dan kelicikan. “Di sini, di dalam al-Qur’an, terdapat kata-kata, bunuh mereka. Bunuh orang-orang kafir itu,” ujar yakin. Berbeda dengan kitab Injil, tambahnya lagi, tak ada satupun kata-kata Yesus yang menyuruh membunuh manusia tak berdosa.

Ia menyakinkan para hadirin, bahwa menjadi misionaris di tengah-tengah komunitas Muslim sama dengan membahayakan hidup para misionaris itu sendiri. Lalu ia menceritakan pengalamannya saat berara di Beirut. Menurutnya, ia kenal seorang pemuda yang bergabung dengan gerakan Hizbullah yang ia sebut sebagai gerakan teroris. Suatu ketika, kawan kecilnya itu menunjukkan sesuatu yang mengerikan; potongan-potongan telinga para korbannya. Kisah lain yang tak kalah dramatis digambarkannya adalah, perjalanan seorang teman kecilnya yang disiksa oleh sang ayah karena ketahuan pindah agama. “Kalian bisa menyebut Islam damai di depan saya, saya sudah tahu semuanya. Sejak dari awal, Islam lebih dulu berbicara dengan pedang ketimbang kata-kata,” tandasnya.

Kemudian dengan pongahnya ia menceritakan pernak-pernik yang ia ketahui tentang Islam. Salah satu yang ia sebut adalah soal ibadah haji dan shalat lima waktu dalam sehari. Menurut penginjil dari Beirut ini, ibadah haji adalah peristiwa tahunan yang sangat berbahaya. “Haji di Makkah setiap tahunnya selalu saja meminta korban nyawa.”

Sementara itu, tentang shalat ia menyebutkan, bahwa Muslim dalam beribadah bukan berkomunikasi dengan Tuhan tapi mengumpulkan angka harian. Sedangkan soal shalat Jum’at berjamaah ia menyebutnya sebagai Hari Kemarahan.

Sebagian besar pembicara, bersikap dan mempunyai nada seperti ini. Mereka beranggapan, bahwa Islam adalah agama yang penuh dengan kekerasan. Bagi organisasi-organisasi penginjil di Amerika, sejak peristiwa 11 September, Islam dipandang sebagai ancaman global. Bahkan, menurut International Herald Tribune, sebagian besar organisasi penginjil yang ada di Amerika berpendapat, Islam adalah musuh publik nomor satu di Amerika setelah runtuhnya Komunisme yang ditandai dengan bubarnya Uni Soviet.

Sesungguhnya, tak kurang pemuka-pemuka Kristen yang berpendapat seperti di atas. Beberapa di antaranya bahkan menggunakan kata-kata yang sangat menyakitkan. Orang-orang itu adalah, Pat Robertson, Jerry Falwell, Franklin Graham dan Jerry Vines.

- -

Franklin Graham, beberapa saat setelah peristiwa 11 September terjadi, dalam sebuah wawancara dengan salah satu stasiun televisi di Amerika mengatakan bahwa Islam adalah agama iblis dan sangat jahat. Sedangkan Jerry Vines (laknatullah, red) mengeluarkan pernyataan yang benar-benar menghina Rasulullah. Menurut Vines, pendiri agama Islam adalah seorang yang jelmaan iblis dan juga seorang paedofili, pelaku seks pada anak-anak. Vines mengambil pernikahan Rasulullah dengan Aisyah sebagai argumentasi untuk pemikiran busuknya. Sementara itu, Pat Robertson adalah salah seorang pemimpin dalam tim penasihat spiritual Presiden George W. Bush yang senantiasa menghembus-hembuskan semangat Perang Salib.

Dikabarkan, pasca 11 September terjadi gelombang besar-besaran keingintahuan rakyat Amerika terhadap Islam. Menurut data Council on Islamic American Relation (CAIR) tak kurang dari 33 ribu pemeluk Muslim baru dari seluruh negara bagian di Amerika. Hukum Islam dan al-Qur’an menjadi bacaan wajib di beberapa universitas dan jumlah masjid selalu bertambah. Angka terakhir, terdapat 3000 masjid di seluruh Amerika dan masih akan terus bertambah.

Tapi tampaknya, di sisi lain, tingkat kebencian terhadap Islam pun meningkat pula, baik angka maupun kualitas kasusnya. FBI mencatat, sejak September 2001 hinggan September 2002, terjadi peningkatan kasus kejahatan bermotif kebencian agama sebanyak 1.600%. Jika pada tahun 2000 hanya terjadi 28 kasus, maka sejak 11/9 sampai tahun 2002 terjadi sebanyak 481 kasus.

Di sisi lain, di dunia intelektual terjadi pula peningkatan kuantitas buku-buku dan produk intelektual yang menyudutkan Islam. Toko buku-toko buku Kristen dibanjiri puluhan buku baru tentang Islam. Salah satu yang masih hangat dan baru terbit adalah The Secret of Koran yang ditulis oleh seorang mantan misionaris yang pernah menjalankan misinya di beberapa negara Islam. Penulis, Don Richardson dalam bukunya menjelaskan bahwa al-Qur’an adalah kitab yang penuh dengan racun dan penuh dengan aroma kematian.

Yang paling baru, salah satu produk intelektual yang dimainkan oleh kelompok ekstremis Kristen ini adalah membangun sebuah jaringan televisi untuk Irak pasca invasi. Di belakang televisi pemerintahan Irak baru yang mengudara dengan bahasa Arab berdiri tokoh-tokoh Kristen radikal pro-Israel dari Grace Digital Media. Kelompok yang satu ini adalah sebuah rumah produksi dalam penyediaan berita yang banyak dibuat referensi oleh berbagai media di Amerika.

Berita-berita yang diproduksi oleh rumah produksi ini sebagian besar adalah dokumenter soal Israel dan hubungannya dengan Amerika. Rumah produksi ini dikuasi oleh orang-orang Kristen radikal dari Partai Republik dan juga kelompok yang simpati pada Partai Likud pimpinan Ariel Sharon. Kelompok Kristen radikal seperti di atas biasa pula disebut sebagai Kristen Zionis.

Kategori ini datang sendiri dari seorang profesor ilmu agama di North Park University, Don Wagner. Dalam penelitian dan buku yang ditulisnya, Wagner yang juga Direktur Pusat Studi Timur Tengah di universitas yang sama bahwa Kristen dan Yahudi selalu terkait dalam menjalankan aksi-aksinya. Salah satu dasar argumentasinya adalah statemen dalam Kejadian 12: 3-96 yang menyebutkan, “Aku akan memberkati mereka yang memberkatimu (Yahudi, red) dan aku akan mengutuk mereka yang mengutukmu.”

Menurut Wagner, orang-o-rang yang masuk dalam kategori Kristen Zionis ini adalah Pat Robertson, Jerry Falwell, Franklin Graham, Ralph Reed dan Gary Baeur. Lebih lanjut Wagner mengatakan, orang-orang tersebut di atas menerjemahkan Kejadian 12: 3-96 sebagai dukungan yang harus diberikan kepada Zionisme. “Mereka menginterpretasikan hal ini sebagai, setiap individu atau negara yang mendukung Israel maka akan diberkati oleh Tuhan. Ini artinya memberikan dukungan di berbagai bidang; politik, ekonomi dan dukungan moral kepada Israel tanpa kritik,” terang Wagner.

Kini terang pula bagi kita, bahwa tak hanya hitung-hitungan politik yang menghasilkan simbiosis mutualisme yang membuat Amerika dan Israel bersatu padu. Dalam ideologi mereka bersatu pula, menjadi Islam dan Muslim sebagai musuh-musuh mereka. Dan Allah telah mengabarkan hal ini sejak lama. Sesungguhnya, tak akan ridho orang-orang Yahudi dan Nasrani sebelum kita mengikuti jalan mereka. Rabbana anta maulana fanshurna ala kaumil kafirin.

Herry Nurdi
majalah Sabili


Sumber: swaramuslim.com

Ada apa dengan film "Passion of Christ" di Trans TV?

Oleh : Erros Jafar 18 Mar, 05 - 8:50 am



imageAkhir akhir ini banyak kita temui email email pribadi yang menginformasikan rencana penayangan film "The Passion of Christ" pada tanggal 25 Maret 2005 dari jam 19.00 s/d 22.00 mendatang di Trans TV.

Berita ini antara ada dan tidak ada ! Sebab di situs Trans TV sendiri ternyata tidak di iklankan secara formal - hanya saja memang terdapat jadwal acara yang agak janggal. Acara Bajaj Bajuri yang biasanya hanya berdurasi 1 jam di jadwalkan 2 jam.

Kejanggalan tersebut ternyata tidak bisa ditutupi, dalam situs resminya Perpustakaan Nasional RI secara resmi rencana penayangan tersebut dimasukkan kedalam Info Agenda Kegiatan, Passion of the Christ memperingati hari wafat Isa Al Masih

Perpustakaan Nasional RI adalah sebuah badan resmi Republik Indonesia yang berpenduduk mayoritas 95% Muslim, lalu begitu cerobohnya terjebak kedalam suatu kegiatan yang kontroversial ini.

Pertanyaannya :


1. ada apa dengan Perpustakaan Nasional RI? Apakah memang sudah kesusupan pihak pihak tertentu ?
2. Apa kaitannya Perpustakaan Nasional RI itu ? dengan Kegiatan Pemutaran Film Agama ?
3. Lalu pihak manakah yg mereka takutkan ? Umat Islamkah ?
4. Atau Umat Yahudi ? dikarenakan film tersebut sempat menjadi Kontroversi di AS tahun lalu yang dianggap memojokkan etnis Yahudi, shg film tersebut sempat di cekal oleh badan badan Film di dunia yag memang dikuasai Yahudi.

Mengenai status siapa yang di Salib, umat Islam sudah jelas sebagaimana Al-Qur'an surah Annisa ayat 157 dan 158 disebutkan sebagai berikut:
"Dan karena ucapan mereka: Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi yang mereka bunuh ialah orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang pembunuhan Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh tu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak pula yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi yang sebenarnya, Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

Salam

Erros Jaffar

Berikut ini saya kirimkan isi berita yang di publish di situs http://kmbi.gkps.or.id/ , berikut petikannya :

PASSION OF THE CHRIST on TRANS TV

Saya ingin memberitahukan bahwa dalam rangka memperingati wafatnya Yesus Kristus pada bulan Maret ini, maka salah satu stasiun TV Nasional kita akan
menayangkan :

Film The Passion of Christ pada jadwal berikut ini :

Hari, Tanggal : Jumat , 25 Maret 2005
Pukul : 19.00 - 22.00 wib.
Channel TV : Trans TV.

Tetapi dikarenakan informasi tsb tidak disebarluaskan dan iklankan, maka kami mohon bantuan saudara-saudari untuk memberikan informasi tsb dengan cara menyebarkan email ini dan juga pemberitahuan lisan kepada teman2 lainnya yang tidak mengetahui hal tsb

Selain itu juga, kami mohon bantuan doanya agar penayangan film tsb dapat berjalan dengan lancar karena film tsb mengandung unsur agama Kristen, kiranya dapat diterima oleh saudara-saudari agama lainnya di Indonesia.

Atas bantuan dan doanya, saya mengucapkan terima kasih yang sedalam2 nya kepada saudara-saudari, kiranya Tuhan Memberkati. Amin.

Best Regards,
Jepri
Procurement Dept.

[jesripurba(at)gratianet.com]


Official website of The passion of Christ :
http://www.thepassionofthechrist.com/skip.html

Kontroversi Film The Passion of the Christ


imagePada beberapa pekan yang lalu, film The Passion of the Christ telah memecahkan rekor penjualan film The Lord of the Rings yang menjadi pemenang Oscar ini. film kontroversial karya Mel Gibson ini telah berhasil meraup pemasukan sebesar 125,2 juta dollar Amerika dalam lima hari pertama dan merupakan film paling laris pada beberapa tahun terakhir. Fenomena ini terjadi di saat gelombang protes dan pujian terhadap film ini terus berlanjut. Salah satu kritikan datang dari Franco Zeffirelli, seorang sutradara film terkenal Italia yang sering membuat film-film bercorak religius. Zeffireli menyebut Gibson sebagai seseorang yang haus darah dan ia mengkritik film karya Gibson karena dipenuhi dengan adegan kekerasan dan pertumpahan darah. Di pihak lain, Kevin Costner, aktor dan sutradara terkenal Hollywood memberikan dukungannya kepada Gibson dan meminta para pengkritik untuk menghentikan hujatan mereka.

Kaum ruhaniwan juga turut melontarkan pandangan mereka yang terpecah dua. Sekelompok ruhaniwan yang berpaham Yahudi ekstrim mengkritik keras film ini dan menginginkan supaya film ini dilarang peredarannya. Menurut mereka, film ini menonjolkan kesalahan orang-orang Yahudi yang menyebabkan Isa Al Masih diseret ke tiang salib. Sekelompok ruhaniwan lainnya, terutama kalangan Kristen, mendukung film ini dan menyatakan sebagai film yang bersesuaian dengan sejarah.

Sebagian pengamat menilai, film ini berhasil meraih untung besar karena strategi pemasaran brilian yang dilakukan Gibson. Sebelum diputar untuk umum, film tersebut dipertunjukkan di depan untuk para kardinal dari Vatikan untuk meminta restu. Akibatnya, rasa ingin tahu masyarakat menjadi semakin besar dan itulah yang membuat film ini laris terjual di berbagai negara. Di Amerika saja 2800 bioskop memutar film ini dan akan dilanjutkan dengan pemutaran di seluruh Eropa.

Sekitar satu dekade lalu, di saat Mel Gibson mengalami puncak depresi jiwa, kecanduan narkoba, dan memiliki kecenderungan untuk bunuh diri, ia mulai mempelajari Injil untuk menyelamatkan diri. Selepas itu, selama bertahun-tahun dia berfikir untuk membuat sebuah film mengenai kehidupan Isa Al Masih. Akhirnya, beberapa tahun kemudian, dengan mengeluarkan bujet sebesar 25 juta dolar Amerika dari kantongnya sendiri, Gibson memulai pembuatan film The Passion of the Christ. film ini menceritakan kisah 12 jam terakhir dari kehidupan Isa Al Masih yang menurut kepercayaan orang-orang Kristen, Nabi Isa telah disalib. Dalam proyek ini, Gibson menjadi produser, sutradara, dan salah seorang dari tim penulis skenario. Menurut Gibson yang menganut agama Katolik ini, naskah film tersebut benar-benar dibuat sesuai dengan isi teks asli Injil. Dari sisi inilah ia mendapat dukungan dari masyarakat Kristen.

Bahasa yang digunakan dalam film ini adalah gabungan antara bahasa Latin, Ibrani dan bahasa kuno Aramaic dengan pencantuman teks terjemahan dalam bahasa Inggeris. Di AS, film ini dikategorikan dalam jenis “R” karena isinya yang penuh dengan kekerasan dan pertumpahan darah. Salah seorang pemirsa film ini berkata, “The Passion of the Christ adalah sebuah film yang sarat dengan darah dan saya rasa itulah yang difahami oleh Gibson mengenai pembuatan film.” Namun, Gibson menolak kritikan itu dengan menyatakan, “Realitas yang digambarkan oleh film ini berlandaskan kepada Injil dan kenyataannya, memang orang-orang Yahudi pada zaman Isa Al Masih keras hati dan tidak berperi kemanusiaan seperti apa yang ditunjukkan oleh film ini.”

Masalah inilah yang menimbulkan gelombang protes meluas terhadap film tersebut. Orang-orang Yahudi mengkritik keras adegan film ini yang menyebutkan bahwa merekalah pembunuh Isa Al Masih. Atas tekanan keras dari kaum Yahudi itulah, Gibson terpaksa memotong salah satu dari bagian penting film ini, yang berisi adegan tokoh Kaina yang mengatakan bahwa tanggungjawab atas tumpahnya darah Isa Al Masih terletak pada bahu orang-orang Yahudi dan anak-anak mereka. Menurut pandangan orang-orang Yahudi, kata-kata ini merupakan tuduhan bahwa mereka adalah pembunuh nabi Isa dan dosa itu dipikul oleh orang-orang Yahudi sampai hari ini.

Dalam pembelaannya atas banyaknya adegan kekerasan yang muncul dalam film ini, Gibson menyatakan bahwa adegan itu diperlukan untuk menyadarkan para pemirsa yang berada di tepi jurang. Mereka perlu menyadari akan keagungan pengorbanan besar yang telah dilakukan oleh Isa Al Masih pada detik-detik terakhir dari kehidupannya. Salah seorang pendeta Kristen setelah menonton film ini mengatakan, “Menurut kepercayaan kami, kesulitan dan penderitaan yang ditanggung oleh Isa Al Masih dalam kehidupan singkatnya, merupakan kristalisasi penderitaan, kesulitan, dan kekejaman yang disaksikan oleh manusia di sepanjang sejarah.” Sebagian besar penganut agama Kristen setelah menonton film ini, menilai bahwa film tersebut dibuat berdasarkan kepada empat Injil Luka, Yuhana, Marcus, dan Matius. Menurut mereka, pada film ini tidak terlihat titik yang bertentangan dengan sejarah.

Seorang pemimpin ekstrim rezim Zionis meminta supaya film ini dilarang diputar. Dia mengatakan bahwa film ini memicu sikap anti semit dan karena itu, sekurang-kurangnya film ini tidak boleh ditayangkan di Palestina. Sebaliknya, penasihat Paus Paulus II di bidang media massa, memberikan argumen bahwa film ini tidak memicu kebencian terhadap orang-orang Yahudi, karena tokoh-tokoh dalam film itu, termasuk Isa Al Masih, Sayyidah Maryam, dan kelompok Hawariyun, semuanya adalah bangsa Yahudi.

Di antara semua kontroversi ini, ada beberapa kesimpulan yang bisa kita ambil. Pertama, kontroversi yang timbul dari film ini tak lebih dari strategi bisnis yang telah diperkirakan Gibson untuk meraih keuntungan besar dari filmnya. Kedua, apa yang dapat disaksikan oleh setiap pemirsa dalam film ini mengingatkan kepada aksi kejam dan tidak manusiawi yang dilakukan Rezim Zionis dalam merampas hak rakyat Palestina. Dengan alasan ini pulalah rezim Zionis amat menentang pemutaran film ini. film The Passion of the Christ menyampaikan sebuah pesan penting yang mungkin tidak disadari pembuat film ini, yaitu bahwa penderitaan besar yang terpaksa ditanggung oleh Isa Al Masih akibat perlakuan para pendeta Yahudi sama seperti penderitaan bangsa Palestina yang dijajah oleh Rezim Zionis. Selain itu, mengingatkan pula kepada perilaku kaum Yahudi sepanjang sejarah yang selalu ingkar dan bahkan membunuh nabi-nabi mereka.

Ketiga, film ini tidak diakhiri dengan realitas yang sesuai dengan pandangan agama Islam. film ini diakhiri dengan tersalibnya Isa Al Masih padahal dalam Al Quran surah Annisa ayat 157 dan 158 disebutkan sebagai berikut:

“Dan karena ucapan mereka: Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi yang mereka bunuh ialah orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang pembunuhan Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh tu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak pula yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi yang sebenarnya, Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
http://www.irib.ir/worldservice/melayuRADIO/perspektif/2004/maret04/christ.htm


Sumber: swaramuslim.com

Ba’asyir, Burks, dan Bush

Katagori : Untold Story / the X files
Oleh : Redaksi 08 Feb 2005 - 6:25 am


imageimageOleh : Riza Sihbudi*
Dua bulan lalu barangkali tidak ada orang Indonesia yang mengenal nama Frederick Burks (kecuali mereka yang mengenalnya secara pribadi), walaupun ia pernah lama tinggal di Kalimantan dan menguasai dengan sangat fasih Bahasa Indonesia (selain Spanyol dan Mandarin). Dalam beberapa hari terakhir ini nama dan gambarnya terpampang di hampir semua media cetak terkemuka di Indonesia, seperti Republika, Koran Tempo, dan Kompas. Wajah pria jangkung kelahiran Amerika Serikat 46 tahun lalu itu pun sempat muncul di sejumlah stasiun televisi. Bahkan MetroTV dan SCTV secara khusus mewawancarai Burks pada Jumat, 14 Januari 2005 lalu.

Pada hari yang sama Burks juga tampil sebagai pembicara tunggal di forum diskusi yang diadakan Pusat Penelitian Politik LIPI dan the Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) Jakarta, dengan tema “Mengungkap Kebohongan Bush.” Tidak disangka, acara yang diadakan secara mendadak dan bahkan penyebaran undangannya hanya lewat SMS (pesan pendek) ini pun ternyata menyedot banyak perhatian dari kalangan akademisi dan profesional, sehingga ruangan berkapasitas 50-an orang itu pun penuh sesak.

Kenapa nama Fred Burks mendadak “populer” di Indonesia?

kPertama, tentu karena kesaksiannya dalam sidang kasus “terorisme” dengan terdakwa Ustadz Abu Bakar Ba’asyir (amir Majelis Mujahidin Indonesia) di Gedung Departemen Pertanian, Ragunan, Jakarta, (13 Januari 2005). Dalam sidang itu, Burks antara lain mengatakan bahwa Pemerintah George W Bush pernah meminta agar Ustadz Abu Bakar Ba’asyir (ABB) ditahan dan diserahkan ke AS. Permintaan AS itu, menurut Burks, disampaikan utusan khusus Bush kepada Presiden Republik Indonesia (saat itu) Megawati Soekarnoputri dalam pertemuan rahasia di Jalan Teuku Umar Jakarta (rumah pribadi Megawati), September 2002.

Pernyataan Burks di sidang ABB itu sebenarnya tidak ada yang baru.

Dalam berbagai kesempatan, dua atau tiga tahun lalu, saya sudah sering mengungkapkan adanya ntervensi pemerintahan AS dalam berbagai kasus “terorisme” di berbagai negara, termasuk Indonesia (lihat misalnya, opini Republika, 7 Oktober 2002, dan Koran Tempo, 25 Maret 2002). Hanya saja pernyataan itu menjadi istimewa lantaran keluar dari seorang Fred Burks yang sejak 1996 berprofesi sebagai penerjemah di Departemen Luar Negeri AS, dan sempat pula menjadi penerjemah Presiden AS, dari Bill Clinton sampai Bush. Artinya, pernyataan itu keluar dari seseorang yang memiliki otoritas yang tak perlu diragukan lagi.
Tentu bukan hanya itu. Burks yang sejak 2002 mengelola media alternatif dalam bentuk website bernama wanttoknow.info dan membangun jaringan internasional yang berupaya mengungkap kebohongan rezim Bush dalam kasus 11 September 2001, memiliki data-data yang sangat valid dan akurat. Data-data itu ia peroleh selama bertahun-tahun bekerja di Deplu AS serta interaksinya dengan puluhan elite politik, ekonomi, intelijen, maupun militer di negaranya. Dengan kredibilitasnya itu, apa yang dikatakan Fred Burks jelas bukan sekadar ”teori konspirasi” seperti yang selama ini dituduhkan sementara kalangan terhadap orang-orang seperti saya yang tidak pernah percaya pada ”versi resmi” kasus-kasus terorisme, khususnya 2001-2004.

Kasus Ustadz ABB, misalnya, sudah terang benderang mengandung banyak kejanggalan. Begitu pula kasus-kasus Bom Kuningan 2004, JW Marriot 2003, Bali 2002, dan—tentu saja-- 11 September 2001. “Versi resmi” yang, kendati tak didukung data-data yang valid dan akurat, berhasil “menyihir” opini dunia-ironisnya tak hanya kalangan awam melainkan juga kalangan akademisi dan intelektual—bahwa para pelaku aksi-aksi teror
(2001-2004) itu adalah Jamaah Islamiyah (JI) dan Alqaidah. Jika dibaca secara luas, pelaku aksi-aksi teror besar 2001-2004 adalah umat Islam, sebab kedua ”organisasi” itu dipimpin oleh tokoh-tokoh muslim, yaitu Abu Bakar Ba’asyir dan Usamah bin Ladin.

JI, Alqaidah dan Usamah masih banyak diselimuti misteri (menurut Burks, bukan tak mungkin mereka bikinan CIA). Tapi, tidak demikian halnya dengan Ustadz ABB. ABB adalah seorang ustadz yang jelas latar belakangnya, lantaran mengabdikan lebih dari separuh hidupnya untuk kepentingan dakwah Islam. ABB memang pernah terusir karena melawan rezim Soeharto, namun ABB jelas bukan satu-satunya penentang penguasa Orde Baru itu. Benar bahwa ABB secara konsisten memperjuangkan tegaknya Syariat Islam di Indonesia yang—seperti dikatakan Ketua Muhammadiyah Syafii Maarif—mungkin saja kurang sejalan dengan “mainstream” umat Islam di republik ini. Tapi, menyejajarkan ABB dengan Usamah (juga Hambali dan Umar Faruq, “dua tokoh JI” versi AS), jelas sangat tidak masuk di akal sehat.

Seorang teroris tentu tidak akan pernah tampil di depan publik, melainkan akan terus berpindah dari satu persembunyian ke persembunyian lainnya seperti yang kini dilakukan Dr Azahari dan Noordin M Top, atau Imam Samudera, Amrozi, dan kawan-kawannya dulu. Ini jelas berbeda dengan ABB yang selalu tampil di depan publik, kecuali pada masa Orde Baru, lantaran terus diancam aparat Soeharto, sehingga ABB terpaksa
”bersembunyi” di Malaysia. Namun, selama di Malaysia pun keberadaan ABB bukan sama sekali tak bisa dipantau. Dengan kata lain, jika ia seorang ”teroris”, ABB tentu tidak akan menjalani kehidupan sehari-harinya seperti selama ini (sebelum dijebloskan ke penjara atas dakwaan pelanggaran imigrasi).

Tapi, kenapa rezim Bush terus menekan Jakarta agar tidak membebaskan ABB (kesaksian Syafii Maarif) dan bahkan pada 2002 meminta Megawati agar menyerahkan ABB ke AS (kesaksian Fred Burks)? Jawabannya tentu tidak terlalu sulit. Jika pengadilan Indonesia tak mampu membuktikan keterlibatan ABB dalam kasus “terorisme Islam” maka seluruh skenario rezim Bush tentang JI di kawasan Asia Tenggara menjadi buyar, dan itu artinya mereka pun gagal menjadikan “terorisme Islam” sebagai momok baru yang menakutkan bagi bangsa-bangsa Asia Tenggara. Oleh sebab itu, rezim Bush berkepentingan agar Ustadz ABB terus mendekam di penjara, bahkan jika mungkin diekstradisi ke AS.

Maaf, jika saya terpaksa menggunakan istilah ”rezim Bush,” karena seperti dikatakan Fred Burks, Bush dan konco-konconya pada hakikatnya mengembangkan sistem politik dan pemerintahan yang otoritarian dan diktatorial ala Soeharto dulu. Sebuah karikatur yang dimuat majalah Kanada, Global Outlook (edisi Fall 2004/Winter 2005, hlm 65) misalnya, menggambarkan Bush yang sedang memeluk bola dunia sebagai seorang “The Great Dictator.” Bahkan, seperti dikatakan Fred Burks dalam diskusi di LIPI dan ISMES, 14 Januari lalu, rezim Bush tak segan-segan untuk menghalalkan segala cara, termasuk mengorbankan ribuan warga sipil demi mencapai tujuan dan ambisi politik dan ekonomi mereka.

Jadi, jika terorisme dipahami sebagai sebuah aksi bermotif politik dengan mengorbankan nyawa warga sipil, maka orang pun tahu siapa yang paling layak disebut sebagai teroris nomor satu dunia. Presiden Goerge W Bush tidak hanya bisa dianggap bertanggung jawab atas pembantaian sekitar 24 ribu warga sipil di Afghanistan (2001-2004) dan sekitar 37 ribu warga sipil di Irak (2003-2004), melainkan juga tiga ribuan warga sipil AS sendiri pada 11 September 2001 dan dua ratusan warga sipil Australia di Bali pada Oktober 2002.

Memang, bukti-bukti keterlibatan langsung rezim Bush dalam kasus Bali (juga JW Marriot dan Kuningan) belum banyak diungkapkan. Namun, dalam kasus 11 September 2001, sudah puluhan buku dan ratusan artikel di media cetak dan internet baik yang ditulis oleh orang-orang Eropa maupun AS sendiri yang terang-terangan menuding keterlibatan langsung rezim Bush dalam tragedi WTC itu. Lihat, misalnya, buku-buku The New Pearl Harbor (karya David Ray Griffin), 9-11 (Noam Chomsky), The Big Lie (Thierry Meyssan), The High Priests of War (Michael Collins Piper), Stranger Than Fiction (Albert D Pastore), The Lies of George W Bush (David Corn), The Terror Time Line (Paul Thompson), dan 911 Synthetic Terror Made in USA (Webster G Tarpley).

Menurut Fred Burks, sebenarnya tidak terlalu sulit untuk menebak siapa pelaku dari setiap aksi terorisme berskala besar, khususnya sepanjang periode 2001-2004 yaitu, dengan melihat siapa pihak yang paling diuntungkan dari setiap kejadian itu. Umat Islam merupakan pihak yang paling dirugikan dari aksi-aksi terorisme 2001-2004. Oleh sebab itu, sangat tidak masuk akal menuding umat atau negara-negara Islam sebagai pelaku atau pendukung aksi-aksi terorisme. Burks dan hampir seluruh penulis Barat lainnya yang menolak “versi resmi” rezim Bush dalam kasus WTC, umumnya sepakat menuding kaum neokonservatif (neocon) yang bekerja sama dengan jaringan mafia Zionis (bukan Yahudi, karena banyak umat Yahudi yang menentang Zionisme) sebagai pihak yang paling diuntungkan dari aksi-aksi terorisme 2001-2004.

Sejak kemenangan Bush tahun 2000, kaum neocon dan Zionis sepenuhnya mengendalikan politik dan pemerintahan AS, dengan tokoh-tokohnya seperti Dick Cheney, Donald Rumsfeld, Paul Wolfowitz, Richard Perle, Douglas Feith, dan Condi Rice. Lebih dari itu, mereka pun kini mengendalikan sektor ekonomi dan media massa di AS. Semua media besar di AS ada di bawah kendali mereka. Tak ada satu pun media besar di AS yang berani menolak “versi resmi” rezim Bush dalam kasus WTC. Akibatnya, kalangan intelektual dan aktivis AS yang tak sepaham dengan rezim Bush terpaksa membuat media alternatif seperti yang dilakukan Burks dan kawan-kawannya. “Situasinya mirip Indonesia era Soeharto,” kata Burks.

Kehadiran Fred Burks di Jakarta, tentu diharapkan tidak hanya akan meringankan Ustadz ABB, melainkan juga diharapkan dapat membuka mata kita semua khususnya yang menyangkut kebohongan-kebohongan rezim Bush dalam isu terorisme global. Burks benar, bahwa perjuangan menegakkan nilai-nilai kebenaran dan demokrasi yang hakiki tidak akan semudah membalikkan telapak tangan. Burks mengakui bahwa dirinya tidak sepenuhnya setuju dengan pandangan keagamaan yang dianut Ustadz ABB. Tapi, setidaknya dalam satu hal mereka sepakat, yaitu melawan kediktatoran dunia di bawah cengkeraman rezim Bush. Burks lebih ”beruntung” lantaran tidak direnggut kemerdekaannya seperti Ustadz ABB, namun ada baiknya jika Fred Burks juga selalu mengingat ucapan Rosiana Silalahi (Liputan 6 SCTV, 14 Januari 2005), ”Hati-hati, banyak orang yang mengkhawatirkan keselamatan Anda”. Wallahualam bissawab. (RioL)

*Ahli peneliti utama LIPI


Sumber: swaramuslim.com

Tahukah Anda?

Katagori : Laknatullah Teroris Faq
Oleh : Redaksi 20 Jan 2005 - 1:00 am



image

Judul dalam bentuk pertanyaan ini berasal dari artikel Karen El-Kawa yang membeberkan fakta tentang Palestina yang kemudian diposkan lewat internet. Saya mengambil bagian-bagian terpenting dari Just Commentary (Vol 4, No 12, Desember 2004, hlm 1-2). Pada bagian akhir ada beberapa komentar yang harus saya tambahkan.

  1. Bahwa, pada saat masalah Palestina diciptakan Inggris tahun 1917, lebih dari 90 persen penduduk Palestina adalah orang Arab, dan bahwa penduduk Yahudi waktu itu tidak lebih dari 56.000?


  2. Bahwa, lebih dari separuh Yahudi yang tinggal di Palestina waktu itu adalah para imigran baru, yang datang ke Palestina pada dasawarsa sebelumnya, guna menghindari penyiksaan di Eropa? Dan bahwa kurang dari lima persen penduduk Palestina adalah Yahudi pribumi Palestina?


  3. Bahwa, pada waktu itu Arab Palestina menguasai 97,5 persen tanah, sementara Yahudi (penduduk asli dan pendatang) hanyalah menguasai 2,5 persen?


  4. Bahwa, selama 30 tahun pendudukan dan kekuasaan Inggris, kamum Zionis hanyalah berhasil membeli 3,5 persen tanah Palestina, sekalipun digalakkan Pemerintah Inggris? Dan bahwa banyak dari tanah ini dialihkan secara langsung kepada badan-badan Zionis oleh Pemerintah Inggris, dan bukan karena dijual oleh pemilik Arabnya?

  5. Bahwa, karena itu, pada saat Inggris menyerahkan masalah Palestina kepada PBB pada 1947, kaum Zionis menguasai tanah tidak lebih dari 6 persen dari seluruh wilayah Palestina?
    6. Bahwa, meskipun faktanya demikian, Sidang Umum PBB merekomendasikan agar sebuah "Negara Yahudi" harus didirikan di Palestina? Dan bahwa Sidang PBB menjamin bahwa "Negara" yang diusulkan itu akan mendapatkan 54 persen dari seluruh wilayah negeri itu?


  6. Bahwa, segera kemudian Israel menduduki (sampai sekarang) 80,48 persen dari seluruh wilayah Palestina?


  7. Bahwa, sebagian besar ekspansi teritorial ini terjadi sebelum 15 Mei 1948, sebelum ditariknya secara resmi pasukan Inggris dari Palestina, sebelum masuknya tentara Arab untuk melindungi Arab Palestina, dan sebelum meledaknya perang Arab-Israel?


  8. Bahwa, Israel membagikan 85 persen sumber air di daerah pendudukan kepada Yahudi dan sisanya 15 persen dibagi untuk seluruh rakyat Palestina dalam teritori itu?


  9. Bahwa, Amerika Serikat menghadiahi Israel dalam bentuk bantuan sebesar tiga miliar dolar saban tahun, melebihi bantuan terhadap negara manapun di dunia?


  10. Bahwa, Israel adalah satu-satunya negara di Timur Tengah yang memiliki sejata nuklir?


  11. Bahwa, Israel adalah satu-satunya negara di Timur Tengah yang menolak menandatangani perjanjian nuclear non-proliferation (tidak membiakkan nuklir)?


  12. Bahwa, secara rutin Israel menyita rekening bank, bisnis, dan tanah dari rakyat Palestina dan menolak membayar ganti rugi kepada mereka yang kena sita?


  13. Bahwa, pengungsi Palestina adalah pengungsi terbesar di muka bumi?


  14. Bahwa, orang Palestina punya rasio per kapita tertinggi yang bergelar Ph.D. di dunia?


Itulah di antara fakta yang berlaku sejak tahun 1917 atas prakarsa Pemerintah Inggris yang telah "merampok" Palestina untuk kepentingan Zionisme yang sekarang diteruskan oleh Amerika Serikat. Kita tidak tahu akan berapa lama tragedi semacam ini berlangsung dengan segala akibat buruknya upaya perdamaian dunia. PBB sebagai badan dunia sering benar tidak berdaya berhadapan dengan arogansi Amerika yang semau gue ingin mengatur dunia ini, tanpa menghiraukan penderitaan orang lain. Memang tidak semua rakyat Amerika berdiri di belakang sikap arogan ini, tetapi suara mereka seperti tidak didengar.

Dalam suasana yang serba tidak menentu itu, ada satu hal yang kita harus angkat topi. Fakta di atas menunjukkan bahwa tidak ada suku bangsa di dunia yang memiliki rasio tertinggi gelar Ph.D., selain bangsa Palestina. Mendiang Edward W Said, mantan profesor sastra Inggris di Universitas Kolumbia, adalah di antara anak Palestina yang pintar itu. Kita tentu berharap otak-otak Palestina ini pada suatu hari akan membuat terobosan sejarah, bukan saja untuk mengangkat martabat bangsanya, tetapi untuk kepentingan umat manusia secara keseluruhan yang kini sedang merindukan sebuah dunia yang beradab berdasarkan standar moral universal, bukan moral kekuasaan yang rakus.

Jika kelompok Zionis dengan dukungan Amerika ingin menghancurkan bangsa Arab, orang Palestina harus berbuat sebaliknya: membangun peradaban untuk semua. Di planet bumi yang satu ini, tidak ada opsi lain yang terbuka bagi kita, kecuali mengembangkan budaya lapang dada, menenggang perbedaan; bukan untuk saling meniadakan, tetapi untuk saling menguatkan. Mungkin ke arah inilah ungkapan "rahmatan li -'l'alamin" (QS. al-Anbiya: 107) menjadi sangat relevan untuk perbaikan dunia yang sedang oleng ini. (RioL)

Oleh : Ahmad Syafii Maarif


Sumber: swaramuslim.com

Membungkam Lolongan Para Thaghut Penyeru Pluralisme dan Inklusivisme

Katagori : Counter Liberalisme
Oleh : Redaksi 13 Jan 2005 - 9:00 am


Menggugat Buku Paramadina : Fiqih Lintas Agama yg ingin memberangus Islam
imageAbu Hurairah radhiallahu 'anhu menyampaikan hadits dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda:
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya! Tidaklah mendengar dariku seseorang dari umat ini2 baik orang Yahudi maupun orang Nashrani, kemudian ia mati dalam keadaan ia tidak beriman dengan risalah yang aku bawa, kecuali ia menjadi penghuni neraka.”

Hadits yang mulia di atas diriwayatkan Al-Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya no. 153 dan diberi judul bab oleh Al-Imam An-Nawawi “Wujubul Iman bi Risalatin Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ila Jami’in Nas wa Naskhul Milali bi Millatihi” (Wajibnya seluruh manusia beriman dengan risalah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan terhapusnya seluruh agama/ keyakinan yang lain dengan agamanya). Hadits ini menunjukkan terhapusnya seluruh agama dengan diutusnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Seluruh manusia (dan jin) yang menemui zaman pengutusan beliau sampai hari kiamat wajib untuk menaati beliau. Di sini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam hanya menyebut Yahudi dan Nashrani karena mereka berdua memiliki kitab (yang diturunkan dari langit). Hal ini diinginkan sebagai peringatan bagi selain keduanya, sehingga lazimnya apabila mereka (Yahudi dan Nashrani) saja harus tunduk dan menaati beliau, maka selain keduanya yang tidak memiliki kitab lebih pantas lagi untuk tunduk. (Syarah Shahih Muslim lin Nawawi, 2/188, Darur Rayyan 1407 H)

Agama ini mengajarkan kepada umat Islam untuk mengatakan bahwa agama selainnya adalah kafir, sehingga dalam keyakinan Islam, agama lain tidak bisa dibenarkan keberadaannya. Hal ini telah dinyatakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan salah satu tujuan diutusnya Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menghapuskan agama selain Islam, sehingga yang ada hanyalah Islam, walaupun Islam masih memberikan batasan-batasan hukum kepada yang lainnya yang dikenal dengan hukum bagi ahludz dzimmah.

Islam sendiri membagi muamalah antara penganutnya dengan orang kafir menjadi empat: kafir harbi, kafir musta’min, kafir mu’ahad dan kafir dzimmi, sehingga setiap golongan diperlakukan sesuai dengan golongannya. Inilah toleransi positif dan benar yang sesuai dengan ketetapan agama Allah serta tidak diragukan kebenarannya, sehingga batillah seruan para thaghut pluralis yang menyatakan bahwa toleransi seperti ini, tanpa ada dalil dari Kitabullah dan Sunnah, sebagai toleransi dalam penafsiran negatif sebagaimana tertera dalam buku mereka Pluralitas Agama: Kerukunan dalam Keberagaman, hal. 13, Penerbit Buku Kompas, 2001. Maka sebagai konsekuensi toleransi ini, mereka harus menerima pengkafiran kaum muslimin terhadap agama lain dan penganutnya.

Agama Islam Menghapus Seluruh Ajaran Agama Sebelumnya


Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengutus para nabi dan rasul untuk menegakkan hujjah-Nya di muka bumi, sehingga tidak ada alasan bagi para hamba bila enggan beriman setelah itu. Dan tidak ada satu umat pun melainkan telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dan pembawa kabar gembira, sejak rasul yang pertama, Nuh 'alaihissalam, dan ditutup oleh Nabi dan Rasul yang terakhir Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Seruan semua utusan Allah tersebut adalah satu, yaitu:
أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ
“Beribadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah thaghut.” (An-Nahl: 36)

Agama para nabi dan rasul tersebut satu yaitu Islam, karena pengertian Islam secara umum adalah beribadah kepada Allah dengan apa yang Dia syariatkan sejak Allah mengutus para rasul sampai datangnya hari kiamat. Sebagaimana Allah sebutkan hal ini dalam banyak ayat, yang semuanya menunjukkan bahwasa syariat-syariat terdahulu (umat sebelum kita) seluruhnya adalah Islam (tunduk) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Seperti firman Allah menyebutkan doa Nabi Ibrahim 'alaihissalam:
رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ
“Wahai Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk berserah diri kepadamu (muslim) dan jadikanlah anak turunan kami sebagai umat yang tunduk berserah diri (muslim) kepadamu.” (Al-Baqarah: 128)

Adapun Islam dengan makna yang khusus adalah agama yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menghapuskan seluruh ajaran nabi dan rasul terdahulu, sehingga orang yang mengikuti beliau berarti telah berislam, sedangkan yang menolak beliau bukan orang Islam. Pengikut para rasul adalah muslimin di zaman rasul mereka. Maka Yahudi adalah muslimin di zaman Nabi Musa 'alaihissalam, dan Nashrani adalah muslimin di zaman Nabi ‘Isa 'alaihissalam, jika mereka benar-benar mengikuti syariat rasul mereka. Adapun setelah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam diutus, lalu mereka tidak mau beriman kepada beliau maka mereka bukan muslimin (baca: orang Islam). (Syarh Tsalatsatil Ushul, Al-Imam Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, hal. 20-21, Dar Ats-Tsurayya, 1417 H)

Agama Islam inilah yang diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Dia tidak menerima agama selainnya:
إِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللَّهِ اْلإِسْلاَمُ
“Sesungguhnya agama (yang diterima) di sisi Allah adalah agama Islam.” (Ali Imran: 19)


وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ اْلإِسْلاَمِ دِيْنًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ
“Siapa yang mencari agama selain agama Islam maka tidak akan diterima agama itu darinya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imran: 85)

Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan bahwa tidak ada agama yang diterima di sisi-Nya selain agama Islam, dengan mengikuti para rasul dalam pengutusannya pada setiap masa, sampai ditutup oleh Nabi dan Rasul yang akhir Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian Allah menutup seluruh jalan kepada-Nya kecuali dari sisi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dengan begitu, siapa pun yang bertemu dengan Allah setelah diutusnya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan beragama selain syariat yang beliau bawa dan ajarkan, maka tidak diterima agama tersebut darinya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/19, Maktabah Taufiqiyah, tanpa tahun)

Agama Islam inilah yang Allah anugerahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan umat beliau, dan Allah nyatakan sebagai agama yang diridhai-Nya:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِيْنًا
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian dan Aku ridha Islam sebagai agama kalian.” (Al-Maidah: 3)

Dalam ayat yang mulia di atas, Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan bahwa agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada seluruh manusia adalah agama yang sempurna, mencakup seluruh perkara yang cocok diterapkan di setiap zaman, setiap tempat dan setiap umat. Islam adalah agama yang sarat dengan ilmu, kemudahan, keadilan dan kebaikan. Islam adalah pedoman hidup yang jelas, sempurna dan lurus untuk seluruh bidang kehidupan. Islam adalah agama dan negara (daulah), di dalamnya terdapat manhaj yang haq dalam bidang hukum, pengadilan, politik, kemasyarakatan dan perekonomian serta segala perkara yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupan dunia mereka, dan dengan Islam nantinya mereka akan bahagia di kehidupan akhirat. (Dinul Haq, Abdurrahman bin Hammad Alu Muhammad, hal. 35, diterbitkan oleh Wazaratusy Syu’unil Islamiyah Al-Mamlakah Al-’Arabiyyah As-Su’udiyyah, 1420 H).

Dengan demikian, wajib bagi setiap orang yang mengaku mengikuti agama para rasul, apakah itu Yahudi ataupun Nashrani, untuk beriman dan tunduk kepada agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bila mereka enggan dan berpaling, berarti mereka adalah orang-orang kafir walaupun mereka mengaku beriman kepada Nabi Musa dan Nabi Isa 'alaihimassalam. Dan pada hakikatnya mereka tidak dipandang beriman kepada Nabi Musa dan Nabi ‘Isa 'alaihimassalam sampai mereka mau beriman kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. (Dinul Haq, hal. 33)

Pemaksaan Para Thaghut Pluralisme- Inklusivisme agar Agama Lain Juga Diterima sebagai Suatu Kebenaran. Agama Islam adalah kebenaran mutlak, adapun selain Islam adalah kekufuran. Siapa pun yang enggan untuk beragama dengan Islam yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam maka ia kafir. Namun kebenaran mutlak ini ditolak oleh para thaghut pluralis dan inklusif Paramadina, JIL dan yang lainnya dengan memaksakan agar Islam jangan merasa benar sendiri tapi perlu melihat kebenaran pada agama lain. Seperti tulisan Budhy Munawar Rahman, pengajar filsafat di Universitas Paramadina Jakarta, yang dimuat dalam situs www.Islamlib.com, 13 Januari 2002, berjudul Memudarnya Kerukunan Hidup Beragama, Agama-agama Harus Berdialog dan juga di harian Republika, 24 Juni 2000, berjudul Mengembalikan Kerukunan Umat Beragama. Dalam tulisannya, ia memaksakan teologi pluralis dengan melihat agama-agama lain sebanding dengan agama Islam, dan juga terhadap ayat Allah yang menunjukkan agama yang Allah terima dan Allah ridhai hanyalah agama Islam (Ali Imran: 19 dan 85). Diajaknya orang-orang untuk membaca ayat ini dengan semangat inklusif, semangat agama universal dengan memaknakan Islam sebagai agama yang penuh kepasrahan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala sehingga semua agama bisa dimasukkan ke dalamnya asalkan berpasrah diri kepada Allah.

Demikian juga Muhammad Ali, dosen IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang membuat tulisan di harian Republika (14 Maret 2002) berjudul Hermenetika dan Pluralisme Agama. Ia mengajak orang agar tidak memahami ayat Allah dalam surat Ali Imran ayat 19 dan 85 dalam bingkai teologi eksklusif yakni keyakinan bahwa jalan kebenaran dan jalan keselamatan bagi manusia hanyalah dapat dilalui melalui jalan Islam. Tapi ayat ini harus dipahami dengan teologi pluralis dan teologi inklusif.

Juga Nurcholish Madjid, tokoh mereka yang sangat rajin mengumbar teologi sesatnya, ia menganggap banyak agama yang benar, tidak hanya Islam (Teologi Inklusif Cak Nur karya Sukidi, Kompas, 2001). Saat memberi kata pengantar buku Pluralitas Agama Kerukunan dalam Keragaman, hal. 6 (Penerbit Buku Kompas, 2001), Nurcholish mengucapkan kalimat yang seolah itu benar namun sebenarnya batil: “Kendatipun cara, metode atau jalan keberagamaan menuju Tuhan berbeda-beda, namun Tuhan yang hendak kita tuju adalah Tuhan yang sama, Allah Yang Maha Esa.” Kalimat ini menunjukkan ia mengakui keberadaan semua agama dan menyejajarkannya satu sama lain sehingga Islam sama dengan Nashrani, Hindu, Buddha, Majusi, Shinto, Konghuchu!! Karena semua agama itu menuju Tuhan walau jalan yang ditempuh berbeda (Ulil Abshar Abdalla; Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam, Kompas, 18 Nov. 2002 dan situs islamlib.com). Wal’iyadzu billah.
Orang-orang ini enggan untuk mengibarkan bendera permusuhan dengan kaum kafirin dari kalangan Yahudi dan Nashrani, dan enggan pula menganggap salah agama selain Islam. Di antara sebabnya, ketika mereka berhadapan dengan ayat Allah:
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
“Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan ridha kepadamu sampai engkau mau mengikuti agama mereka.” (Al-Baqarah: 120)

Maka disimpulkan oleh Quraisy Shihab bahwa ayat di atas dikhususkan kepada orang-orang Yahudi dan umat Nashrani tertentu yang hidup pada zaman Nabi, dan bukan kepada umat Nashrani dan Yahudi secara keseluruhan (Pluralitas Agama Kerukunan dalam Keragaman, hal. 26). Sementara diijinkannya memerangi orang kafir bukan diperuntukkan terhadap umat Nashrani dan yang semacamnya yang termasuk Ahli Kitab.

image

Buku Fiqih Lintas Agama Ingin Memberangus Islam


Para thaghut ini sangat menentang syariat Islam karena menurut mereka akan mendiskreditkan penganut agama lain dan juga mereka beranggapan hukum Islam itu menzalimi kaum wanita, bertentangan dengan HAM, tidak manusiawi seperti hukum rajam, dibolehkannya perbudakan dan masalah waris (Islam Liberal Paradigma Baru Wacana dan Aksi Islam Indonesia, Zuly Qodir, hal. 187-192, Pustaka Pelajar, 2003, dan tulisan-tulisan di www.islamlib.com) Kerja sesat mereka tidak sampai di situ. Dengan beraninya mereka membatalkan hukum Islam dengan logika mereka yang dangkal, kemudian lahirlah buku buhul-buhul setan karya mereka seperti Fiqih Lintas Agama (FLA) yang diterbitkan Yayasan Wakaf Paramadina bekerjasama dengan yayasan kafirin The Asia Foundation yang berpusat di Amerika. Dalam buku yang sangat jauh dari ilmiah ini, mereka menggugat hukum Islam yang kata mereka terkesan eksklusif dan merasa benar sendiri. Mereka permainkan ayat-ayat Al-Qur’an (hal. 20-21, 49, 214, 249), menolak hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak sesuai dengan semangat pluralisme inklusivisme mereka (hal. 70-71), mencaci maki Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, shahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang membawakan hadits tersebut (hal. 70), mengecam para imam salaf seperti Al-Imam Syafi’i (hal. 5, 167-168) dan memanipulasi ucapan ulama seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan ditarik-tarik agar menyepakati kemauan mereka (seperti pada hal. 55). Bahkan mereka mengusung hak kafirin untuk menghadang syariat Islam dan membela orang kafir mati-matian, sehingga mereka pun menyatakan boleh mengucapkan salam kepada non muslim (hal. 66-78), boleh mengucapkan selamat Natal dan selamat hari raya agama lain (hal. 78-85), boleh menghadiri perayaan hari-hari besar agama lain (hal. 85-88), bolehnya doa bersama antar pemeluk agama yang berbeda (hal. 89-107), bolehnya wanita muslimah menikah dengan laki-laki kafir (hal. 153-165), bolehnya orang kafir mewarisi harta seorang muslim (waris beda agama) (hal. 165-167), serta sejumlah kesesatan dan kekufuran berfikir lainnya. Betapa para thaghut penulis buku yang sesat ini memperjuangkan mati-matian teologi pluralisme, ajaran mempersamakan semua agama, seolah teologi ini tak dapat ditawar, sehingga syariat Islam yang tidak toleran dengan teologi ini berusaha mereka kebiri.

Betapa tidak tolerannya buku sesat ini terhadap aqidah Islamiyyah yang menetapkan kebenaran hanya pada agama Islam, sementara di luar Islam adalah agama kekafiran. Betapa tidak tolerannya buku buhul-buhul setan ini terhadap ketetapan syariat Islam, bahkan berupaya memberangus dan membumihanguskan syariat Islam yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebaliknya buku ini sangat toleran kepada musuh-musuh Islam!!! Untuk menggiring kaum muslimin agar menerima agama di luar Islam dan tidak memandang Yahudi dan Nashrani sebagai musuh, mereka mengatakan: “Segi persamaan yang sangat asasi antara semua kitab suci adalah ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berbeda dengan persoalan kaum musyrik yang pada zaman Nabi tinggal di kota Makkah. Kepada mereka inilah dialamatkan firman Allah: “Katakan (Muhammad): Aku tidak menyembah yang kamu sembah dan kamu pun tidak menyembah yang aku sembah…” Ayat yang sangat menegaskan perbedaan konsep “sesembahan” ini ditujukan kepada kaum musyrik Quraisy dan bukan kepada ahli kitab.” (FLA, hal. 55-56)

Demikianlah lolongan para thaghut tersebut, yang pada intinya ingin menyatakan bahwa kebenaran tidak hanya pada Islam saja sehingga jangan merasa benar sendiri. Lolongan ini sebetulnya hanya mengikuti dan melanjutkan pendahulunya, Harun Nasution, yang telah lebih dulu menyatakan dengan lolongannya: “Mencoba melihat kebenaran yang ada di agama lain.” (Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, hal.275, Mizan, 1998). Sehingga perlu dan wajib bagi kita untuk membungkam lolongan mulut kotor para thaghut pluralis ini yang sudah memakan banyak korban akibat mendengarkan lolongan mereka, dengan kita mendatangkan kebenaran dari Islam berupa nash-nash yang di dalamnya mengandung kebenaran dan hujjah.

Yahudi dan Nashrani Kafir Selama-lamanya


Adapun Yahudi dan Nashrani tidak kita sangsikan bahwa mereka adalah orang-orang kafir sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَالُوْا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيْحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيْحُ يَابَنِيْ إِسْرَائِيْلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّيْ وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِيْنَ مِنْ أَنْصَارٍ. لَقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَالُوْا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلاَّ إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوْا عَمَّا يَقُوْلُوْنَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih putera Maryam, padahal Al-Masih sendiri berkata: Wahai Bani Israil, beribadahlah kalian kepada Tuhanku dan Tuhan kalian. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka pasti Allah mengharamkan surga kepadanya dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada bagi orang-orang dzalim itu seorang penolongpun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: Allah adalah salah satu dari tuhan yang tiga (trinitas), padahal sekali-kali tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah selain sesembahan yang satu. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.”

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang Yahudi:
وَقَالُوْا قُلُوْبُنَا غُلْفٌ بَلْ لَعَنَهُمُ اللَّهُ بِكُفْرِهِمْ فَقَلِيْلاً مَا يُؤْمِنُوْنَ. وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوْا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُوْنَ عَلَى الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوْا كَفَرُوْا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِيْنَ. بِئْسَمَا اشْتَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ أَنْ يَكْفُرُوْا بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ بَغْيًا أَنْ يُنَزِّلَ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ فَبَاءُوْا بِغَضَبٍ عَلَى غَضَبٍ وَلِلْكَافِرِيْنَ عَذَابٌ مُهِيْنٌ. وَإِذَا قِيْلَ لَهُمْ آمِنُوْا بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوْا نُؤْمِنُ بِمَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا وَيَكْفُرُوْنَ بِمَا وَرَاءَهُ وَهُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَهُمْ قُلْ فَلِمَ تَقْتُلُوْنَ أَنْبِيَاءَ اللَّهِ مِنْ قَبْلُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ
“Dan orang-orang Yahudi berkata: Hati kami tertutup. Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka, maka sedikit sekali mereka yang mau beriman. Dan setelah datang kepada mereka Al-Qur’an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka (yaitu berita dari Taurat akan datangnya Rasul terakhir beserta ciri-cirinya), padahal sebelumnya mereka biasa memohon kedatangan Nabi untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah lah atas orang-orang yang ingkar tersebut. Alangkah buruknya perbuatan mereka yang menjual diri mereka sendiri dengan mereka mengkafiri apa yang telah diturunkan Allah karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat murka di atas kemurkaan yang telah mereka dapatkan. Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan. Apabila dikatakan kepada mereka: Berimanlah kepada Al-Qur’an yang diturunkan Allah, mereka berkata: Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami. Dan mereka kafir kepada Al-Qur’an yang diturunkan sesudahnya, sedang Al-Qur’an adalah kitab yang haq, yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: Mengapa kalian dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kalian itu orang-orang yang beriman?”

Demikian pula pernyataan Rasulullah Subhanahu wa Ta'ala sebagaimana hadits yang telah disebutkan di atas beserta penjelasannya.

Yahudi dan Nashrani memiliki kitab yang diturunkan dari langit (kitab samawi), Taurat dan Injil, sehingga mereka digelari ahlul kitab. Akan tetapi, karena mereka enggan beriman kepada Al-Qur’an dan enggan tunduk kepada syariat yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam maka mereka kafir. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِيْنَ مُنْفَكِّيْنَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ
“Orang-orang kafir dari ahlul kitab dan musyrikin mengatakan bahwa mereka tidak akan meninggalkan agama mereka sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata.” (Al-Bayyinah: 1)

Allah Subhanahu wa Ta'ala menegaskan kembali tentang kekafiran ahlul kitab dan bahwa mereka itu adalah penghuni jahannam:
إِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْل 16; الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِيْنَ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang kafir dari ahlul kitab dan musyrikin tempat mereka adalah di dalam neraka jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka adalah seburuk-buruk makhluk.” (Al-Bayyinah: 6)

Adapun kitab mereka sendiri telah diubah-ubah dengan tangan mereka3 dan hal ini menambah kekufuran mereka, sehingga bagaimana mereka akan dapat beriman dengan keimanan yang benar terhadap kitab yang diturunkan kepada mereka? Allah Subhanahu wa Ta'ala menyatakan:
فَوَيْلٌ لِلَّذِيْنَ يَكْتُبُوْنَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيْهِمْ ثُمَّ يَقُوْلُوْنَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوْا بِهِ ثَمَنًا قَلِيْلاً فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيْهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُوْنَ
“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri (karangan mereka) lalu mereka katakan: Ini dari Allah, dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan.” (Al-Baqarah: 79)

Yahudi dan Nashrani adalah Orang-orang yang Dimurkai Allah dan Disesatkan


Orang-orang Yahudi dinyatakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai Al-Maghdhubu ‘alaihim (yang dimurkai Allah) dan Nashrani sebagai Adh-Dhallun (yang tersesat), sebagaimana dinyatakan dalam ayat terakhir Surat Al-Fatihah:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ. صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّيْنَ
“Tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan jalannya orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalannya orang-orang yang sesat.” (Al-Fatihah: 6-7)

Diterangkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana diriwayatkan dari sahabat ‘Adi ibnu Hatim4 radhiallahu 'anhu di dalam hadits yang panjang, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
فَإِنَّ اليَهُوْدَ مَغْضُوْبٌ عَلَيْهِمْ وَإِنَّ النَّصَارَى ضُلاَّلٌ
“Sesungguhnya Yahudi itu adalah yang dimurkai dan Nashara adalah orang-orang yang disesatkan.”

Imam ahli tafsir dan ahli hadits, Ibnu Abi Hatim, berkata: “Saya tidak mendapatkan perselisihan di antara ahli tafsir bahwasanya al-maghdhub ‘alaihim (di dalam ayat itu) adalah Yahudi dan adh-dhallun adalah Nashara, dan yang mempersaksikan perkataan para imam tersebut adalah hadits ‘Adi bin Hatim.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/40)


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Kekafiran Yahudi pada prinsipnya karena mereka tidak mengamalkan ilmu mereka. Mereka mengetahui kebenaran namun tidak mengikutinya, baik dalam ucapan atau perbuatan, ataupun sekaligus dalam ucapan dan perbuatan. Sementara kekafiran Nashrani dari sisi amalan mereka yang tidak didasari ilmu, sehingga mereka bersungguh-sungguh melaksanakan berbagai macam ibadah tanpa didasari syariat dari Allah, serta berbicara tentang Allah tanpa didasari ilmu.” (Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqim, hal.23, Darul Anshar 1423 H). Lihat pula keterangan dan pendalilan beliau yang lebih panjang mengenai dimurkainya Yahudi dan disesatkannya Nashrani dalam kitab tersebut (hal. 22-24).

Demikian sesungguhnya keadaan Yahudi dan Nashrani, sehingga setiap kali shalat kaum muslimin meminta perlindungan dari mengikuti jalan keduanya (jalannya Yahudi dan Nashrani) ketika mereka membaca ayat di dalam surat Al-Fatihah tersebut.

Yahudi dan Nashrani adalah Kaum yang Terlaknat


Yahudi dan Nashrani telah dikafirkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Demikian juga Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya melaknat mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
لُعِنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيْلَ
“Allah telah melaknat orang-orang kafir dari kalangan Bani Israil.”

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَعْنَةُ اللهِ عَلَى اليَهُوْدِ وَالنَّصَارَى
“Laknat Allah atas kaum Yahudi dan Nashrani.” (HR. Al-Bukhari no. 435 dan Muslim no. 531)
Dengan penjelasan di atas, bahwa Yahudi dan Nashrani adalah kaum yang kafir, dimurkai dan terlaknat, dapatkah agama Islam disamakan dengan agama Yahudi dan Nashrani, terlebih lagi dengan agama selain keduanya yang tidak memiliki kitab samawi (kitab dari langit)? Dan jelas agama Islam tidak boleh dibangun di atas teologi inklusif, bahkan harus dibangun di atas keyakinan eksklusif bahwa hanya Islam agama yang benar, adapun selainnya adalah salah!


Surat Al-Kafirun Tidak Ditujukan kepada Musyrikin Arab Semata


Mereka mengatakan bahwa isi surat Al-Kafirun hanya ditujukan kepada orang-orang musyrik, bukan kepada ahlul kitab. Demikianlah yang mereka inginkan agar bisa mengeluarkan ahlul kitab dari vonis kafir, sementara ulama dari kalangan ahli tafsir tidak ada yang mengatakan seperti ucapan mereka. Lalu dari mana mereka mendapatkan dalil dengan ucapan mereka tersebut? Surat Al-Kafirun tidak membatasi bahwa kekufuran hanya ditujukan kepada musyrikin Arab. Bahkan Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Firman Allah “Katakanlah (Ya Muhammad) wahai orang-orang kafir…”, ini mencakup seluruh orang kafir di muka bumi, walaupun sasaran pembicaraan dalam ayat ini adalah orang-orang kafir Quraisy.” (Tafsir Ibnu Katsir, 8/397)

Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah mengatakan di dalam kitab Shahih beliau mengatakan ayat lakum dinukum adalah kekufuran dan ayat waliya din adalah Islam (Shahih Al-Bukhari bersama penjelasannya Fathul Bari, 8/902, Darul Hadits, 1419 H). Al-Imam Asy-Syafi’i mengatakan: “Kekufuran itu agama yang satu.” (Tafsir Ibnu Katsir, 8/398). Demikian pula pandangan Al-Imam Ahmad, Abu Hanifah dan Dawud. (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Lil Imam Al-Qurthubi, 2/65, Darul Kutubil ‘Ilmiyah, 1413 H)

Yahudi dan Nashrani Selamanya Tidak akan Ridha kepada Islam


Demikianlah makna dzahir yang ada pada ayat 120 surat Al-Baqarah. Yahudi dan Nashrani tidak akan ridha selama-lamanya terhadap Islam. Inilah yang Allah katakan tentang mereka tanpa ada perkecualian.

Al-Imam Ath-Thabari tberkata ketika menafsirkan ayat tersebut: “Wahai Muhammad, orang Yahudi dan Nashrani tidak akan ridha kepadamu selama-lamanya, karena itu tinggalkanlah upaya untuk mencari keridhaan dan kesepakatan mereka. Sebaliknya hadapkanlah dirimu sepenuhnya untuk mencari keridhaan Allah di dalam mendakwahi mereka kepada kebenaran yang engkau diutus karenanya. Sesungguhnya apa yang engkau dakwahkan tersebut, sungguh merupakan jalan menuju persatuan (ijtima’) denganmu di atas kedekatan hati dan agama yang lurus. Tidak ada jalan bagimu untuk mencari keridhaan mereka dengan mengikuti agama mereka, karena agama Yahudi bertentangan dengan agama Nashrani, demikian pula sebaliknya, dan tidak mungkin kedua agama ini bisa bersatu dalam individu manusia pada satu keadaan. Yahudi dan Nashrani tidak mungkin bersatu untuk meridhaimu kecuali bila engkau bisa menjadi seorang Yahudi sekaligus Nashrani, akan tetapi tidak mungkin hal ini terjadi padamu selama-lamanya, karena engkau adalah individu yang satu dan tidak mungkin terkumpul padamu dua agama yang saling berlawanan dalam satu keadaan. Dengan demikian, bila tidak ada jalan yang memungkinkan untuk mengumpulkan kedua agama itu padamu dalam satu waktu, maka tidak ada jalan bagimu untuk mencari keridhaan kedua golongan tersebut. Bila demikian keadaannya, maka berpeganglah engkau dengan petiunjuk Allah yang dengannya ada jalan untuk menyatukan manusia.” (Jamiul Bayan ‘an Ta’wil Ayi Al-Qur’an, Lil Imam Ath-Thabari, hal. 1/517, Darul Fikr, 1405 H).

Adapun penyimpulan bahwa ini adalah pengkhususan bagi Yahudi dan Nashrani pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, perlu mendatangkan dalil khusus dari Kitabullah dan As Sunnah yang menyatakan hal itu. Sementara kita ketahui, Yahudi dan Nashrani pada zaman sekarang jauh lebih jelek daripada Yahudi dan Nashrani pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena penyimpangan mereka pada masa itu lebih sedikit dibandingkan pada hari ini, mereka semakin jauh dan semakin menyimpang dari agama mereka. Lihat perubahan dan penyimpangan yang mereka lakukan terhadap kitab mereka yang menjadi sebab jauhnya mereka dari kebenaran dalam Mukhtashar Kitab Idzharul Haq, oleh Al-Imam Syaikh Rahmatullah ibn Khalilir Rahman Al-Hindi yang diringkas oleh Dr. Muhammad Al-Malkawi, diterbitkan oleh Wazaratus Syu’unil Islamiyyah Al-Mamlakah Al-‘Arabiyyah As-Su’udiyyah, 1416 H .

Di samping itu, anggapan bahwa Yahudi dan Nashrani tidak diperangi karena mereka ahlul kitab dan yang diperangi adalah agama kekufuran yang lain adalah jelas anggapan yang salah dan batil. Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan jelas menyatakan:
قَاتِلُوا الَّذِيْنَ لاَ يُؤْمِنُوْنَ بِاللَّهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ اْلآخِرِ وَلاَ يُحَرِّمُوْنَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُوْلُهُ وَلاَ يَدِيْنُونَ دِيْنَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِيْنَ أُوتُوا الْكِتَابَ
“Perangilah orang-orang yang tidak mau beriman kepada Allah dan hari akhir dan tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya serta tidak beragama dengan agama yang benar, dari kalangan ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani).” (At-Taubah: 29)

Hilangnya Al-Wala wal Bara


Dianutnya teologi pluralis inklusif oleh sebagian orang disebabkan tidak adanya Al-Wala dan Al-Bara pada diri mereka. Al-Wala adalah memberikan loyalitas, kecintaan dan persahabatan, sedangkan Al-Bara adalah lawannya yaitu menjauhi, menyelisihi, membenci dan memusuhi.

Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan rahimahullah (seorang ulama besar terkemuka, anggota Majlis Kibarul ‘Ulama, juga Komite Tetap Kajian Ilmiah dan Pemberian Fatwa Kerajaan Saudi Arabia) berkata: “Termasuk pokok aqidah Islamiyyah yang wajib bagi setiap muslim untuk menganutnya adalah berwala dengan sesama muslim dan bara (memusuhi) musuh-musuh Islam. Ia mencintai dan berloyalitas dengan orang yang bertauhid dan mengikhlaskan agama untuk Allah dan sebaliknya membenci dan memusuhi orang yang berbuat syirik. Yang demikian ini merupakan millahnya (jalan) Nabi Ibrahim 'alaihissalam dan orang-orang yang mengikuti beliau, sementara kita diperintah untuk mencontoh Nabi Ibrahim 'alaihissalam sebagaimana Allah berfirman:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيْمَ وَالَّذِيْنَ مَعَهُ إِذْ قَالُوْا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوْا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sungguh telah ada bagi kalian contoh teladan yang baik pada diri Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya kerika mereka mengatakan kepada kaum mereka (yang kafir musyrik): Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allah. Kami mengingkari kalian dan telah tampak permusuhan dan kebencian antara kami dan kalian selama-lamanya sampai kalian mau beriman kepada Allah saja.” (Al-Mumtahanah: 4)

Memiliki sikap Al-Wala dan Al-Bara merupakan agama Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا لاَ تَتَّخِذُوْا الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِيْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan Yahudi dan Nashrani sebagai kekasih-kekasih (teman dekat), karena sebagian mereka adalah kekasih bagi sebagian yang lainnya. Dan siapa di antara kalian yang berwala dengan mereka maka ia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah: 51)

Ayat di atas menyebutkan keharaman untuk berwala dengan ahlul kitab secara khusus, sementara keharaman berwala dengan orang kafir secara umum, Allah nyatakan dalam firman-Nya:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَتَّخِذُوْا عَدُوِّيْ وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian menjadikan musuh-musuh-Ku dan musuh kalian sebagai kekasih, penolong dan teman dekat.” (Al-Mumtahanah: 1)

Bahkan Allah mengharamkan seorang mukmin untuk berwala dengan orang-orang kafir walaupun orang kafir itu adalah kerabatnya yang paling dekat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَتَّخِذُوْا آبَاءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَاءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَى اْلإِيْمَانِ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian menjadikan bapak-bapak kalian dan saudara-saudara kalian sebagai kekasih apabila mereka lebih mencintai kekufuran daripada keimanan, dan siapa di antara kalian yang berwala kepada mereka maka mereka itu adalah orang-orang dzalim.” (At-Taubah: 23)

لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُوْنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ يُوَادُّوْنَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُوْلَهُ وَلَوْ كَانُوْا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيْرَتَهُمْ
“Engkau (wahai Nabi) tidak akan mendapati orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir saling berkasih sayang dengan orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya walaupun orang tersebut adalah bapak-bapak mereka atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka atau karib kerabat mereka.” (Al-Mujadalah: 22)

Beliau melanjutkan: “Sungguh (kita dapati pada hari ini) kebanyakan manusia jahil/bodoh terhadap pokok yang agung ini, sampai-sampai aku mendengar dari sebagian orang yang dikatakan berilmu dan melakukan dakwah dalam satu siaran berbahasa Arab, ia berkata tentang Nashrani bahwa mereka adalah saudara kita. Sungguh betapa jelek dan bahayanya kalimat ini!”

Sebagaimana Allah mengharamkan berwala dengan orang-orang kafir musuh aqidah Islamiyyah, sebaliknya Allah mewajibkan kita untuk berwala dan mencintai kaum mukminin. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُوْلُهُ وَالَّذِيْنَ آمَنُوْا الَّذِيْنَ يُقِيْمُوْنَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُوْنَ. وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُوْلَهُ وَالَّذِيْنَ آمَنُوْا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُوْنَ
“Hanyalah wali (kekasih/penolong) kalian adalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman yang mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat dan mereka ruku kepada Allah. Barangsiapa yang berwala kepada Allah, rasul-Nya dan orang-orang beriman maka sesungguhnya tentara Allah itulah yang menang.” (Al-Maidah: 55)

مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللَّهِ وَالَّذِيْنَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ
“Muhammad adalah Rasulullah dan orang-orang yang bersama beliau amat keras terhadap orang –orang kafir dan saling berkasih sayang di antara sesama mereka.” (Al-Fath: 29)

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ
“Hanyalah orang-orang mukmin itu bersaudara.” (Al-Wala wal Bara fil Islam, hal. 3-6, Darul Wathan, 1411 H)

Karena tidak adanya sikap Al-Wala dan Al-Bara yang tepat, mereka bergaul bebas dengan kaum kafirin, para orientalis misionaris Barat bahkan mereka bangga ketika mereka dapat menimba ilmu di negeri Barat yang notabene kafir! (Asyiknya Belajar Islam di Barat, wawancara bersama Luthfi Assyaukanie, www.islamlib.com, 8/3/2004). Semoga Allah melindungi kita dan kaum muslimin secara umum dari makar yang dilakukan oleh para thaghut kaki tangan iblis ini.

Wallahul musta’an.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

1 Yayasan Wakaf Paramadina dengan bukunya Fiqih Lintas Agama, Jaringan Islam Liberal dan seluruh penyeru pluralitas agama yang tergabung dalam organisasi, LSM, atau individu, mereka adalah para Thaghut Pluralis dan Inklusif antek-antek Zionis Salibis.
Thaghut adalah segala sesuatu yang diikuti, ditaati ataupun dibadahi secara berlebihan dan melampaui batas. (Al-Ushuluts Tsalatsah, hal. 15, Darul Wathan 1414 H)
Pluralisme adalah pemahaman yang memandang semua agama sama meskipun dengan jalan yang berbeda namun menuju satu tujuan: Yang Absolut, Yang terakhir, Yang Riil. Inklusivisme adalah pemahaman yang mengakui bahwa dalam agama-agama lain terdapat juga suatu tingkat kebenaran (demikian keterangan mereka dalam Fiqih Lintas Agama, hal. 65, Paramadina, Juni 2004).
2 Umat yang ada di zaman beliau dan setelah zaman beliau sampai hari kiamat (Syarah Shahih Muslim lin Nawawi, 2/188)
3 Lihat beberapa bentuk perubahan dan penyimpangan yang mereka lakukan dalam Mukhtashar Kitab Idzharul Haq oleh Al-Imam Asy-Syaikh Rahmatullah ibn Khalilir Rahman Al-Hindi yang diringkas oleh Dr. Muhammad Al-Malkawi, Wazaratus Syu’unil Islamiyyah Mamlakah Al-‘Arabiyyah Su’udiyyah, 1416 H.
4 Diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dalam Sunan-nya no. 4029 dan dishahihkan oleh Al-Imam Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no.8202 dan dalam komentar beliau terhadap Syarah Al-’Aqidah Ath-Thahawiyah no .811

Sumber: swaramuslim.com