07 Mei 2008

Manuver Zionis Masuk Indonesia

Katagori : Untold Story / the X files
Oleh : Redaksi 15 Oct 2005 - 4:40 am


imageZionis Israel mencoba masuk Indonesia, lewat diplomasi. Dan jika benar, pemerintah telah melanggar Undang-Undang Dasar negeri ini. Sebab, konstitusi Indonesia menyatakan: menolak penjajahan dalam bentuk apapun.

Dengan gerakan tangan dan bahasa tubuh khas, Susilo Bambang Yudhoyono, presiden yang sedang suntuk dilanda masalah ini berkata. “Tidak ada yang gelap, karena, sekali lagi, kita ingin membantu perjuangan bangsa dan rakyat Palestina,” ujar SBY di kantor Perwakilan Tetap Republik Indonesia di New York, 13 September silam.

Kata-kata di atas adalah jawaban SBY atas gencarnya pertanyaan, mengapa diam-diam Hassan Wirajuda, Menteri Luar Negeri Indonesia bertemu dengan Silvan Shalom, Menteri Luar Negeri Israel. Pertemuan yang aneh dan juga jawaban yang aneh.

Pertemuan tersebut dilakukan di sela-sela agenda sidang Persatuan Bangsa-Bangsa di markas PBB, New York. Hassan Wirajuda menerangkan, pertemuan tersebut sama sekali tidak membicarakan hubungan diplomatik. “Hanya pertemuan informal. Konteks besarnya adalah membantu perjuangan bangsa Palestina meraih kemerdekaannya,” terang Hassan Wirajuda. Sebelum melakukan jumpa pers, marak dalam pemberitaan di media asing, bahwa Israel telah mengirimkan surat dan permintaan khusus agar negara Yahudi ini bisa membangun hubungan diplomatik dengan Indonesia.

Dalam pertemuan tersebut terungkap keinginan Israel agar Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia, bisa lebih berperan dalam penyelesaian masalah Israel dan Palestina. Tapi anehnya, pasca pertemuan dengan menteri luar negeri Israel tersebut, SBY justru membatalkan kunjungannya ke Palestina.

Sebelumnya, SBY dijadwalkan akan mengunjungi Palestina, Jordania dan beberapa negara Arab lainnya. Tentu saja, jika mendukung Palestina, kunjungan SBY ke tanah suci al-Aqsha akan banyak berarti bagi perjuangan Muslimin Palestina. Tapi lagi-lagi, begitu aneh, SBY malah membatalkan kunjungannya. Padahal sebelumnya, SBY telah bertemu dengan Presiden Palestina, Mahmud Abbas dan Wakil Perdana Menteri Palestina, Nabil Saath. Bukankah tak terlalu sulit untuk menduga, bahwa pertemuan Hassan Wirajuda dengan Silvan Shalom berpengaruh pada rencana kunjungan tersebut?

Pakar tentang masalah Israel dan Yahudi, Ridwan Saidi kepada SABILI mengatakan, bagaimana pun, pertemuan dua menteri luar negeri tersebut bukan sebuah pertemuan biasa. “Tentu ada protokol yang mengaturnya,” tegas Ridwan yang berkunjung ke redaksi SABILI pekan lalu.

Israel memang sedang giat menggaet hati negeri-negeri Muslim pasca penarikan pemukiman Yahudi dari Jalur Gaza. Beberapa negara yang sudah tergaet antara lain adalah Pakistan dan Jordania. Sedangkan Indonesia menjadi negara berikutnya yang diharapkan mendukung rencana Israel tersebut.

Menurut Ridwan Saidi, penarikan pemukiman Yahudi dari Jalur Gaza sama sekali hanya kamuflase saja. “Kebijakan Indonesia sejak 50 tahun lalu, kita menghendaki dan mendukung Palestina merdeka dengan Jerusalem sebagai ibu negaranya. Jerusalem adalah bagian tak terpisahkan, sebab di dalamnya ada Masjidil Aqsha, tempat suci bagi umat Islam di seluruh dunia,” tandasnya lagi.

Tentang keterlibatan Indonesia secara aktif dalam proses perdamaian di Timur Tengah, ada catatan tersendiri jika alasan ini jadi hujjah. Saat ini, ada kekuatan kwartet yang sedang berperan untuk masalah Israel dan Palestina. Empat kekuatan tersebut adalah, Amerika, Uni Eropa, Sekjen PBB dan Rusia. Dengan empat kekuatan besar itu pun, jalan damai, apalagi kemerdekaan untuk Palestina, mengalami jalur yang berliku dan berat.

Hasnan Habib, mantan Duta Besar RI untuk Amerika yang telah lama malang melintang dalam dunia diplomasi, punya pertanyaan sendiri tentang hal ini. Jika Indonesia terlibat, apakah akan memberikan suasana lain? Bagi Hasnan Habib, hal itu seperti menggarami lautan. “Kalau Israel tidak mau, tidak ada satu manusia pun di dunia ini yang bisa memaksakan berdirinya negara Palestina,” tandas perwira tinggi dengan pangkat terakhir letnan jenderal ini.

Hasnan Habib, tahu betul kekuatan lobi dan diplomasi Israel. Sebab, dalam pertemuan-pertemuan informal antarnegara, Indonesia, Israel dan India, selalu pada deretan yang sama. Bukan saja kekuatan lobi yang luar biasa, tapi kekuatan vital lain yang juga turut memperkuat posisi Israel. “Wallstreet, siapa yang menguasai? Pusat uang di Amerika itu yang menguasai orang-orang Yahudi.

Bagi Hasnan, Indonesia yang sedang terpuruk seperti sekarang, tak bisa berhadap-hadapan dengan Israel. Apalagi dengan harapan mampu menekan Israel. Alih-alih menekan, yang ada justru Indonesia bisa tertekan. Dan memang, Israel membutuhkan Indonesia sebagai alat propaganda. “Betata pun, Indonesia adalah negara besar di Asia Tenggara, penduduk Muslimnya terbesar juga. Itu bisa untuk propaganda,” cetusnya lagi saat ditemui SABILI di rumahnya di bilangan Pondok Indah, Jakarta Selatan.

Dan memang, Israel sendiri sudah sejak lama menginginkan hubungannya dengan Indonesia terbuka dan secara resmi terbangun. Sebab, terbukanya hubungan diplomatik dengan Indonesia akan mendatangkan keuntungan untuk Israel, baik secara politik atau ekonomi. SBY harus konsisten dengan perjuangan diplomasi awal Indonesia untuk Palestina. Jika tidak, akan muncul reaksi dari umat Islam,” tegas Riza pada Afriadi Murwanto dari SABILI.

Selain itu, jika pemerintahan SBY merintis hubungan dengan Israel, langkah ini bisa diartikan melanggar Undang-Undang Dasar. “Kita masih mencatumkan dalam UUD menolak segala bentuk penjajahan. Saya kira selama ini Israel masih menjajah Palestina. Yang dilakukan Israel adalah penjajahan paling lama di muka bumi ini,” terang Riza Sihbudi.

Di bidang militer pun, Israel dan Indonesia bisa disebut mesra. Salah satunya tentang pembelian pesawat tempur Sky Hawk bekas milik Israel. Saat itu, terdengar kabar bahwa Israel akan menjual pesawat tempur bikinan Amerika tersebut. Dan Indonesia langsung menangkap kabar ini, apalagi diiming-iming dengan harga murah.

Bukan saja pembelian Sky Hawk, tapi juga pelatihan para pilot yang mendatangkan instruktur terbang dari Israel. Bahkan, ABRI kala itu, mengirim prajurit-prajurit pilihannya untuk pergi ke Israel dalam rangka latihan bersama.

Tak hanya pesawat, persenjataan pasukan elit Indonesia pun, sebagian diperoleh dari hubungan dengan Israel.

Hal senada juga dikuatkan oleh keterangan Ridwan Saidi. Menurut tokoh Betawi yang pernah menjelajah Israel ini, sejak masa Soeharto di Orde Baru, intelijen Indonesia berhubungan sangat dekat dengan intelijen Israel, Mossad. “Malah pada zaman itu, pejabat tinggi Mossad sering berkunjung ke Indonesia. Salah satu pejabat tinggi intelijen kita yang bertugas menemani pejabat Mossad kalau datang ke Indonesia adalah Ferry Palenkahu. Jadi kerja sama militer dan intelijen antara Indonesia dan Israel, benar-benar ada.

Maka tak berlebihan jika Jenderal Ryamizard Ryacudu mensinyalir ada puluhan ribu agen intelijen asing yang sedang beroperasi di Indonesia. Kejadian terakhir, Bom Bali II, tentu menyisakan ruang untuk teori konspirasi yang bisa berkembang. Apalagi, negara-negara asing di Indonesia, lewat kedutaannya, sering lebih dini mengetahui rencana terorisme yang akan terjadi. Dan bisa jadi, kegiatan kontra intelijen pun mereka lakukan juga di sini.

Sedangkan untuk hubungan ekonomi, dalam sebuah situs www.israindo.com digambarkan lengkap dengan angka-angka yang cukup mengejutkan. Pada tahun 2002 misalnya, nilai perdagangan antara Indonesia dan Israel mencapai angka US 68,3 juta dolar. Angka yang cukup fantastis untuk negara yang dianggap sebagai penjajah oleh Indonesia.

Dalam situs yang sama juga disebutkan, bahwa Menteri Perindustrian dan Perdagangan Israel, Ehud Olmert sejak tahun 2001 telah mencabut persyaratan import licences untuk produk-produk dari Indonesia dan Malaysia. Kuat dugaan, ini adalah aktivitas balasan yang dilakukan Israel ketika Abdurrahman Wahid membuka jalur perdagangan resmi antar kedua negara, yang hingga kini belum dicabut.

Tentu saja ini sangat melukai umat Islam Indonesia. Sensitivitas pemeritahan SBY, begitu rendah untuk urusan Palestina. Menurut Djoko Susilo, pakar Yahudi dan Zionisme yang kini duduk sebagai anggota DPR di Komisi I, meski informal atau apapun namanya, pertemuan Menlu Hassan Wirajuda dan Silvan Shalom, sangat menguntungkan Israel. “Sehingga, jika nanti opini publik di Indonesia sudah bisa menerima, tinggal menunggu waktu saja untuk membuka hubungan diplomatik,” ujar Djoko Susilo dengan nada khawatir.

Dan jika sudah demikian, kuku Israel, negara penjajah paling lama di muka dunia, akan semakin dalam menancap di bumi Indonesia. Hingga kelak, pemerintahan negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia ini susah bernapas dan menyerahkan seluruh kebijakannya dalam pengaruh kekuasaan Zionisme yang durjana. Sebelum terlambat, kaum Muslimin harus memberikan warning dan terus menerus tak boleh lengah. (sabili)

Herry Nurdi

Sumber: swaramuslim.com

Tidak ada komentar: