07 Mei 2008

The complete X Files : JI (Jewish Intelligent) dibalik Bom Kuningan

Katagori : Untold Story / the X files
Oleh : Redaksi 16 Dec 2004 - 9:24 am

image

Sebagaimana dikutip dari hidayatullah, berdasarkan hasil wawancara dengan seorang Perwira Intelijen TNI, memang benar pelakunya JI. Setelah dilakukan verifikasi dengan investigasi joevialls http://joevialls.altermedia.info/, terungkap sudah siapa sesungguhnya pelaku TEROR BOM di Indonesia ( Bali, Mariott, Kuningan ) dan Teror Bom dinegara lainnya yang tidak lain dan tidak bukan adalah JI yakni Jewish Intelligent.

Sebuah logical question perlu kita renungkan, apa salah rakyat Indonesia terhadap Jamaah Islamiyah ? (Irfan Awwas).

All those bombings are nothing to do with Islam and/or Muslim. The Dajjal Fitnah is atacking Islam - Fight them !! You Can do That !! Remember : Jihad Never Sleep & Mujahid Never Die

The complete X Files
ZIONIS YAHUDI MELEDAKKAN NUKLIR
DI KEDUTAAN BESAR AUSTRALIA – INDONESIA


Bau Aneh Penyelidikan Bom Kuningan


Bom Kuningan meledak, 9 September 2004. Korban tewas dan luka-luka berjatuhan. Beberapa gedung rusak. Bom ini menjadi perbincangan dunia, karena meledak di depan Kedutaan Besar Australia di Jakarta. Meskipun gedung itu tak seberapa rusak, dibanding beberapa bangunan di sekitarnya.

Ledakan itu terjadi hanya beberapa menit setelah Kapolri Jenderal Polisi Da'i Bachtiar di DPR RI mengatakan situasi keamanan nasional aman dan terkendali. Namun aparat (dalam hal ini polisi dan intelijen) tak pernah mengaku kecolongan, apalagi meminta maaf atas kelalaiannya dalam membuat pernyataan atau melakukan langkah-langkah pencegahan. Setelah itu, Kapolri dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), AM Hendropriyono, lebih sibuk membela diri dan mengeluarkan pernyataan yang masih minim bukti.

Keduanya melontarkan dugaan bahwa modus bom di depan Kedubes Australia itu mirip dengan bom Bali dan bom JW Marriott. Karena itu, kata Kapolri, pelakunya kemungkinan besar sama. Lantas muncul nama Azahari dan Noor Din Moh Top, dua nama yang selama ini sangat misterius. Aparat seperti tidak membuka ruang bagi kemungkinan orang atau kelompok lain yang menjadi pelakunya.

Senada dengan itu, Kepala BIN menegaskan bahwa peristiwa itu terkait dengan buronnya pelaku yang begitu sulit ditangkap itu “Sayangnya regulasi kita tidak memungkinkan aparat intelijen melakukan langkah-langkah preventif dan penangkapan atau penahanan,” tambah Hendropriyono.

Aparat menyiapkan uang milyaran bagi siapa saja yang berhasil memberi informasi tentang keberadaan Azahari dan Noor Din Moh Top. Foto kedua orang itu, juga beberapa nama lain, tersebar di seluruh pelosok negeri.

Di belahan dunia sana, di Australia, Perdana Menteri Australia John Howard--seperti dirilis Sydney Morning Herald dan The Age edisi 10 September—langsung menyimpulkan bahwa teror itu adalah aksi bunuh diri menggunakan bom mobil. Pelakunya diduga kuat adalah dua orang aktivis Jemaah Islamiyah (JI) yang direkrut warga Malaysia: Azhari dan Nurdin Moh Top.

Penyelidikan tentang ledakan bom yang cukup dahsyat ini terus bergulir. Masyarakat menaruh harapan, agar aparat bisa menemukan bukti yang bisa menyeret pelaku selagus dalang peledakan itu. Entahlah, harapan ini bisa terwujud apa tidak, sebab langkah-langkah penyelidikan aparat justru banyak menimbulkan tanda tanya.

Ketika bukti-bukti belum banyak dikantongi, aparat langsung melakukan penyisiran keluarga aktivis yang dicurigai. Hari itu juga usai bom meledak, keluarga Hassan dan Jabir di Surabaya dites DNA-nya. Menurut aparat, barangkali cocok dengan mayat hancur yang--barangkali juga--adalah pelaku peledakan itu. Padahal menurut keterangan Ketua RT setempat, kedua keluarga itu sebenarnya sudah diincar dua sejak bulan sebelumnya. Belakangan, polisi mengatakan bahwa kedua orang itu tidak terlibat. Jadi, tindakan polisi itu ternyata keliru.

Bom Kuningan meninggalkan sederet pertanyaan, seperti halnya bom Bali, bom Marriott, dan bom-bom lain yang sekarang begitu mudah meledak di negeri ini. Apa saja? Ikuti sajian kami di tulisan berikutnya.* (Dedi J Tjandra, Pambudi/Hidayatullah)

“Saya Diberitahu Pukul 09.30”
RX: Seorang dokter yang praktik di wilayah Kuningan



Kabarnya Anda mendapat informasi bahwa akan ada bom di Kedubes Australia di Kuningan?


Kira-kira begitulah. Travel warning sebetulnya ada beberapa hari sebelum kejadian. Tapi, Kamis 9 September 2004, sekitar pukul 09.30 WIB, saya mendapat kabar yang agak spesifik dari seseorang.

Siapa yang memberitahu Anda itu?


Seseorang, persisnya teman saya yang bekerja di sebuah LSM Amerika. Dia menelepon saya, menyampaikan agar tidak dekat-dekat gedung Kedubes Australia. Katanya, ada pihak yang nggak senang Australia baik-baik dengan Indonesia. Hati-hati, kalau bisa jangan dekat-dekat Kedubes Australia.

Anda tidak bertanya lebih lanjut kepada teman itu?


Ketika saya minta penjelasan lebih lanjut, dia nggak mau jelaskan. Suaranya gemetar dan terkesan takut ngomong.

Setelah mendapat informasi begitu, apa reaksi Anda?


Pertama-tama saya heran saja. Awalnya saya ragu, jangan-jangan itu rumor biasa menjelang pemilihan umum. Tapi, saya kemudian pilih yang aman. Setelah itu saya pergi ke Bintaro (Jakarta Selatan). Tak lama kemudian saya dengar ada ledakan bom. Alhamdulillah saya diselamatkan.

Apakah Anda tahu, darimana teman itu mendapat informasi?


Dia tidak mau menyebutkan. Tapi, saya kira tak jauh dari lingkungan kerjanya. Yang jelas, dia atau LSM itu tiap hari memberi laporan ke Washington.* (Dedi J Tjandra/Hidayatullah)

SRX, Perwira Intelijen TNI
Pelakunya Memang JI


Hanya beberapa menit setelah Kapolri mengatakan situasi aman dan terkendali, sebuah bom meledak di depan Kedubes Australia. Apa artinya semua ini?


Teror memang bisa terjadi dimana dan kapan saja. Tetapi potensinya bisa diminimalisasi kalau saja intelijen kita solid dan kuat. Yang mengherankan, justru terjadi tak lama setelah Ali Imron dan Gories Mere muncul di Kafe “Starbuck”.

Apakah skandal Ali Imron dan Gories Mere ada kaitannya dengan bom Kuningan?


Bagi saya, kemunculan Ali Imron itu seperti sengaja dibuat sebagai prakondisi menjelang peristiwa besar. Ketika peristiwa itu terjadi, masyarakat sudah siap menerima info bahwa pelakunya adalah anggota Jemaah Islamiyah atau orang-orang yang yang terkait dengan kelompok Ali Imron dan sebangsanya.

Jadi, menurut Anda, Gories Mere atau aparat kepolisian mengetahui adanya rencana pengeboman itu?


Bisa ya, bisa tidak. Gories Mere perlu dimintai keterangan. Bisa jadi pertemuan itu bukan atas inisiatif dia. Mungkin saja dia hanya disuruh atau dimanfaatkan momentumnya. Saya hampir yakin pasti ada orang di belakang penampakan Ali Imron itu. Yang jelas, kejadian yang terekpos, atau sengaja diekspos itu, menguntungkan bagi skenario bahwa bom Kuningan itu aksinya JI atau Al-Qaidah.

Beredar pula SMS dan informasi sebelum ledakan terjadi, apakah itu mendukung dugaan bahwa rencana aksi teror itu sebenarnya sudah diketahui pihak tertentu?


Ya, betul. Siapa saja pihak tertentu itu, saya kira perlu penyelidikan. Tapi, pernyataan KSAD bahwa ada puluhan ribu intelijen asing berkeliaran di Indonesia, termasuk Jakarta, bisa jadi indikasi awal kemungkinan keterlibatan agen asing.

Bom Kuningan meledak 9 September. Ini mengingatkan dengan peristiwa WTC 11 September 2001. Apakah ini ada kaitannya?


Ketika Ali Imron tampil, sebenarnya saya coba corat-coret (menebak). Insting saya menduga, kejadian itu akan berlangsung tanggal 15-an. Ternyata ini lebih cepat dari perkiraan. Saya kira memang momentum peringatan itu dipakai. Tapi juga bisa saja sengaja dibuat bersamaan dengan HUT-nya capres SBY. Yang jelas, peristiwa ini menguntungkan Pemerintah AS, Singapura, dan Australia. Setelah aksi bom, popularitas Howard naik dan desakan untuk menarik pasukan Australia dari Iraq kembali melemah. Presiden Bush seperti mendapat semangat baru dalam kampanye antiterorisme dan penggelaran pasukan di Irak. Singapura mendapat limpahan turis asing yang sebelumnya hendak ke Jakarta dan ketakutan dengan teror bom. Singapura juga jadi tujuan relokasi, hengkangnya 20 investor dari Batam.

Jadi, menurut Anda, siapa aktor intelektualnya?


Ujung-ujungnya sih tetap JI. Tapi, berbeda dengan JI versi Dai Bachtiar. JI yang paling berbahaya dan tak pernah muncul jadi tersangka adalah Jewish Intelligent (intelijen Yahudi). Mereka bisa masuk melalui agen-agen AS, Australia, dan Singapura. Saya kira sudah saatnya kita membuka mata dan tidak lagi membodohi rakyat dengan menciptakan teror baru dengan memunculkan JI jadi-jadian.

Ada yang menganalisis bahwa bom Kuningan tergolong bom bunuh diri. Pendapat Anda?


Kalau di Palestina dan di Iraq, saya percaya ini bom bunuh diri atau bom syahid. Di sini, saya pikir tidak masuk akal. Kalau benar bunuh diri, mengapa mobil yang katanya bawa bom itu tidak sekalian ditabrakkan ke gedung Kedubes Australia? Dari analisis yang logis, bom ini diledakkan dari jarak jauh. Pemegang remote control-nya mungkin saja hadir di lokasi. Saya sudah tanya profesor ahli jiwa, orang mau bunuh diri itu perlu syarat luar biasa. Dia amat menderita, amat tertekan, atau amat terhina. Tersangka yang bawa bom dan tewas dalam ledakan bisa saja orang suruhan yang tidak tahu kalau dia membawa bom, atau bisa juga agen yang sengaja dikorbankan untuk menghilangkan jejak aktor intelektualnya.

Pada hari pertama, ketika belum semua korban teridentifikasi, polisi serta-merta langsung mengambil sample darah dari beberapa keluarga untuk pemeriksaan DNA. Komentar Anda?


Ini keanehan lain. Sepertinya polisi sudah tahu atau mencurigai orang-orang tertentu sebagai pelaku pengeboman meski informasi awal dari TKP belum menjurus ke identitas tertentu. Lebih aneh lagi ketika polisi ternyata juga sudah lama mengincar kedua nama itu (Azahari dan Noor Din Moh Top). Sama anehnya dengan informasi bahwa polisi sudah mengetahui dan bahkan memergokinya di tempat kontrakan Cengkareng, tapi baru menggerebeknya setelah Azahari kabur entah kemana. Kalau benar Azahari diyakini terlibat dan telah dinyatakan buron, hal-hal seperti ini mestinya dipertanggungjawabkan. Dia terlalu pintar atau kita yang pura-pura pintar?* (Dedi J Tjandra/Hidayatullah)


Ada Kekuatan Besar di Balik Bom Kuningan


Beberapa peristiwa aneh terjadi sebelum dan sesudah bom Kuningan. Ada kekuatan besar di baliknya?

“Kamis 9 September 2004, sekitar pukul 09.30, saya mendapat kabar yang agak spesifik dari seseorang. Teman saya itu bekerja di sebuah LSM Amerika. Dia berpesan agar saya tidak dekat-dekat gedung Kedubes Australia,” kata seorang dokter yang praktik di wilayah Kuningan.

Si dokter berusaha minta penjelasan lebih lanjut, tentang mengapa, ada apa, dan semacamnya. Namun teman itu bungkam. “Suaranya gemetar dan terkesan takut ngomong,” kata dokter yang tak mau disebut jatidirinya itu.

Indikasi bahwa sebenarnya rencana pengeboman itu sudah diketahui terpancar kuat dari pernyataan pejabat, yang anehnya, justru dari Australia. Dia adalah Menteri Luar Negeri (Menlu) Australia, Alexander Downer, dan Kepala Polisi Federal Australia (AFP) Mick Keelty, yang langsung melakukan inspeksi ke Jakarta.

Di depan wartawan, mereka membeberkan bahwa pihaknya mendengar informasi ada seorang anggota polisi Indonesia yang sempat menerima pesan SMS. “Sekitar 45 menit sebelum ledakan, ada informasi bahwa akan ada ledakan di depan sebuah kedubes di Jakarta atau Amir Majelis Mujahidin Indonesia Abu Bakar Ba'asyir harus dibebaskan,” jelas Downer sebagaimana dikutip beberapa koran yang terbit di ibukota.

Keetly menambahkan, pihaknya juga mendengar informasi bom tersebut diledakkan oleh seorang atau mungkin dua orang yang tubuhnya ditemukan di tempat kejadian. Berat bom tersebut konon setara dengan 200 kg TNT.
Ali Imron di Kafe

Seorang perwira intelijen di TNI melontarkan analisis menarik. “Aksi bom Kuningan itu bisa saja terkait dengan kemunculan Ali Imron dan Gories Mere di Starbuck Plaza Senayan,” katanya.

Apa hubungannya? Dia menduga, pemunculan itu disengaja sebagai prakondisi dari sebuah skenario deception (muslihat) intelijen. Tujuannya adalah mengingatkan publik tentang kaitan JI dan aktivitas teror yang akan berlangsung. Jadi, peledakan itu sepertinya sudah dipersiapkan begitu rupa.
“Ketika sebuah bom meledak di suatu tempat strategis, maka masyarakat bisa dengan mudah menerima analisis bahwa pelakunya pasti terkait dengan JI atau orang-orang yang selama ini didakwa sebagai pelaku bom Bali dan bom JW Marriot,” kata jenderal berbintang satu yang tak mau disebut namanya ini.

Dia tak percaya tampilnya Gories Mere-Ali Imron berdiri sendiri. Menurutnya, boleh jadi mereka sengaja disuruh muncul begitu. “Coba saja diselidiki, siapa otak di belakangnya,” ujarnya.

“Terus terang,” katanya lebih lanjut, “ketika Ali Imron muncul bersama Gories Mere--menurut informasi bahkan sengaja dibocorkan ke wartawan--saya mencoba menghitung-hitung bahwa sekitar tanggal belasan akan ada bom meledak. Ternyata ledakan lebih awal terjadi, hanya lima hari setelah Ali Imron muncul.”

Jadi, siapa otak di belakangnya? “Saya sepakat dengan Kapolri dan BIN bahwa modus operasinya sama dengan bom Bali dan Marriott. Dalangnya juga JI. Tapi, bukan Jemaah Islamiyah melainkan Jewish Inteligent (Intelijen Yahudi). JI itu banyak berseliweran dalam lembaga CIA dan Mossad,” tambah perwira tinggi tersebut.

Mengapa Kedubes Australia jadi sasaran? Masih menurut jenderal itu, “Ini trik agar Australia tidak berpaling dari Amerika Serikat. Ledakan di dekat gedung Kedubes Australia pada momen peringatan tiga tahun pascatragedi 11 September 2001 diharapkan bisa memancing sentimen akan adanya ancaman bersama. Bahwa terorisme yang dilancarkan JI dan Al-Qaidah masih menjadi ancaman bagi kepentingan bersama AS-Australia.”

JI atau Al-Qaidah, menurutnya, hanyalah tunggangan dan alat untuk misi ganda dari kepentingan radikal koalisi Yahudi-Kristen yang khawatir melihat bangkitnya kecenderungan fundamentalisme Islam di Indonesia dan dunia pada umumnya. “Mereka ingin citra Islam ini tampak buruk dengan menyebarkan wacana bahwa kegairahan berislam sama dengan radikalisme dan terorisme,” tandasnya.

Kekuatan Besar


Tuduhan aparat yang langsung beralamat kepada JI dan Azahari, Suripto, Ketua Dewan Penasihat Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi), terlalu tergesa-gesa. “Aparat polisi dan intelijen mestinya jeli melihat, apakah serangkaian teror itu berdiri sendiri atau ada mastermind di belakangnya?”

Suripto percaya, di belakang buronnya Azhari dan Nurdin Moh Top, ada kekuatan besar yang melindunginya. “Kalau tidak, mengapa dua orang asing itu bisa begitu mudah berkeliaran dan sulit ditangkap oleh aparat Indonesia yang mestinya lebih kenal medan dibanding orang asing.”

Sekalipun mungkin benar bahwa aski pengeboman itu melibatkan orang-orang yang sudah disebut, jelas Suripto, polisi dan intelijen Indonesia mestinya mendalami lebih jauh siapa yang menggerakkan mereka, siapa yang mendanai sekaligus menyiapkan logistiknya.

“Sulit dipercaya mereka bisa bekerja sendiri dan dengan dana sendiri. Serangkaian aksi itu pasti butuh modal yang sangat besar. Di belakang mereka pasti ada orang-orang yang amat profesional dan didukung oleh jaringan luas, kuat secara teknis dan finansial.”

Koran asing seperti di Australia dan Singapura sempat mengabarkan bahwa JI JI mengaku bertanggung jawab atas bom Kuningan, melalui pengakuan di internet. Namun Suripto menilai itu tak bisa jadi rujukan. “Itu bisa saja bagian dari black campaign atau bagian dari deception arus informasi,” jelasnya.

Suripto mengingatkan, sewaktu bom Bali meletus, klaim-klaim palsu pernah ditimpakan pada Usamah bin Ladin dan Al-Qaidah. Padahal, hasil penelitian lembaga independen menunjukkan rekaman itu palsu dan beberapa situs yang disebut milik Al-Qaidah ternyata juga dikendalikan otoritas internet di Amerika Serikat.

Bahkan koran New York Times edisi 11 September 2004 memuat ralat dan permohonan maaf atas munculnya laporan tentang ancaman baru Usamah. Informasi yang dilansir sejumlah media, termasuk Al-Jazeerah, ternyata berasal dari rekaman lama. Tak ada kaitannya dengan rencana-rencana baru serangan Al-Qaidah ke Amerika Serikat dan sejumlah negara sekutunya.
Menurut Suripto, selama mastermind-nya belum dilumpuhkan, atau sekurang-kurangnya diungkap, ancaman teror tidak akan sirna sekalipun Azhari dan kawan-kawan ditangkap.

Selain kekuatan jaringan asing, menurut mantan Staf Ahli Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) ini, yang juga perlu diwaspadai dan dicermati adalah aktivitas para anggota TNI/Polri yang desersi. “Mereka bisa saja tergoda oleh materi dan ikut membantu berbagai operasi terorisme di Indonesia. Keterlibatan aparat domestik pula yang mungkin bisa menjelaskan mengapa dua buron asal Malaysia itu belum juga tertangkap sampai sekarang.”

Tentang sinyalemen aparat yang mengatakan bahwa bom itu sama dengan bom Bali dan Marriott, dan oleh karenanya pelakunya sama, ditepis oleh ahli bom dan balistik, Widodo Hardjoprawiro. “Saya bisa mengatakan, merakit bom itu bukan pekerjaan yang sulit. Azhari bisa mengajari siapa saja, dan tak perlu waktu lama,” tutur pria yang pernah menjadi instruktur di Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI ini.

Kata Widodo lagi, “Yang agak sulit adalah mendapatkan logistik bahan peledak, bukan merakitnya.” Nah, siapa yang bisa mendapatkannya?* (Dedi J Tjandra/Hidayatullah)

Suripto, SH: "Kesimpulan Polisi Tergesa-gesa"


imageSuripto, SH: Ketua Dewan Penasihat Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi)

Berbagai aksi terorisme mulai dari bom Bali sampai bom Kuningan menunjukkan betapa lemah dan lembeknya kemampuan intelijen kita. Bom itu meledak hanya beberapa menit setelah Kapolri dan Kepala BIN mengatakan siatuasi aman dan terkendali.

Aparat mestinya sudah mengetahui adanya potensi ancaman teror terkait momentum peringatan tiga tahun Tragedi 11 September. Warning dari luar kan sudah ada beberapa hari sebelumya. Belakangan, pihak Australia menyebut ada sms ke polisi 45 menit sebelum ledakan. Bahkan kabarnya ada warga yang mendapat informasi. Saya heran, mengapa aparat kita seperti mengabaikan informasi itu?

Saya malah mendengar, setelah ada travel warning, pemerintah sudah berniat untuk memprotes negara yang mengeluarkan warning itu. Sekalipun belum spesifik, mestinya warning itu dibaca sebagai isyarat-isyarat akan ada sesuatu. Aparat kita mestinya bekerja lebih keras. Pasang mata dan telinga agar tidak kecolongan lagi.

Saat ini aparat sudah memastikan bahwa terorisme pasti terkait dengan JI atau bom yang meledak pasti dirakit Azahari dan Noor Din Moh Top. Menurut saya, itu adalah kesimpulan yang tergesa-gesa dan sederhana. Aparat polisi dan intelijen mestinya jeli melihat, apakah serangkaian teror itu aksi berdiri sendiri atau ada mastermind di belakangnya?
Mengapa dua orang asing itu bisa begitu mudah berkeliaran dan sulit ditangkap oleh aparat Indonesia yang mestinya lebih kenal medan dibanding orang asing? Polisi dan intelijen Indonesia mestinya mendalami lebih jauh ada kekuatan besar apa di balik ini semua.* (Dedi J Tjandra/Hidayatullah)

Yazid Bindar Ahli Bom: "Hanya Orang Terlatih yang Bisa Melakukannya"


Yazid Bindar Ahli Bom, Dosen Institut Teknologi Bandung
Jika dilihat dari daya ledaknya, bom Kuningan tergolong jenis high explosive (daya ledak tinggi). Ada dua kemungkinan bahan bom jenis ini, yaitu TNT dan RDX atau C4. Menurut perkiraan saya, kemungkinan besar berjenis TNT karena radius ledakannya mencapai sekitar 200 sampai 400 meter. Sedangkan RDX dan C4 sangat sulit didapat.

Kuat dugaan bahwa TNT ini diperoleh dari luar negeri karena di dalam negeri tak mudah memperolehnya. Hanya orang-orang tertentu yang boleh memanfaatkannya, terutama dari kalangan militer. Kalau ada orang sipil yang memilikinya, maka boleh jadi memiliki jaringan yang sangat luas di luar negeri atau akses khusus ke sumber militer. Namun tidak semua tentara bisa mengakesnya tanpa seizin pihak yang memiliki otoritas. Sebab, pemanfaatan bahan ini berada dalam pengawasan ketat.

Kalau berasal dari luar negeri, membawa bahan-bahan tersebut masuk ke Indonesia jelas tak gampang. Harus dilakukan transaksi impor barang dari negara produsen seperti Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa. Jadi, selain memiliki jaringan di luar negeri, akses ke dalam negeri pun harus kuat.

Melihat fakta bahwa barang-barang seperti itu sudah beredar di Indonesia, bisa disimpulkan si pelaku punya jaringan internasional yang baik dan terlatih. Mereka bisa memasukkan bahan-bahan peledak itu secara ilegal dan rahasia tanpa terlacak oleh aparat keamanan.

Soal bom itu sendiri, tak semua orang bisa merakitnya. Hanya orang terlatih dan terbiasa yang bisa melakukannya. Bahkan tentara pun belum tentu mampu merakit bom sedahsyat itu. Hanya tentara yang diberikan pelatihan khusus yang bisa.

Memang, merakit bom bisa dipelajari oleh siapa saja. Cuma, butuh waktu bertahun-tahun. Itu pun belum dijamin akan bisa. Sebab, selain butuh kecakapan dan ketelitian, si perakit juga harus memiliki keberanian. Salah-salah, bom akan meledak dulu sebelum dipakai..

Di Indonesia, hanya militer yang bisa membuat bom sedahsyat itu. Sipil kemungkinan besar tidak. Militer pun tak akan sembarangan mengajarkan cara merakit bom ke semua orang. Nah, kalau ada masyarakat yang bisa melakukannya berarti ia telah mendapatkan pelatihan secara khusus. Dia memiliki jaringan internasional. Orang yang bisa membuat bom tentu tak akan terlepas dari pihak yang mempoduksi bahan-bahan peledaknya.* (Ahmad Dhani/Hidayatullah)

Sumber: swaramuslim.com

Tidak ada komentar: